BERITA

PGRI: Guru Dilarang Berpolitik Praktis

PGRI: Guru Dilarang Berpolitik Praktis

KBR, Jakarta- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan tidak mendukung salah satu pasangan calon  yang kini tengah bersaing untuk memenangkan Pemilu Presiden 2019 mendatang. Baik pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. 

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, organisasinya  sebagai kekuatan moral intelektual tetap harus dijaga. Karena itu,  tidak akan berpolitik praktis dengan menjatuhkan salah satu dukungan. Menurutnya, kepentingan guru hanya untuk kepentingan bangsa dan kepentingan peserta didik. Bukan untuk kelompok atau golongan. 

Ia meminta, agar tidak ada generalisir, jika ada temuan anggota PGRI mendukung salah satu capres-cawapres, yang kemudian diartikan sebagai bentuk dukungan PGRI. Unifah Rosyidi menegaskan, PGRI melarang semua unsur pengurus dan anggota terlibat politik praktis. 

"Kita guru harus menghindarkan diri tidak untuk berpolitik praktis, ya akan mengganggu. Jadi sebagai kekuatan moral intelektual, kalau orang bicara soal kepentingan kita bicaranya kepentingan bangsa bukan kelompok dan golongan, dan itu dijaga betul," kata Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi saat dihubungi KBR, Minggu, (25/11/2018).

Baca: Nasib Guru Honorer

Ia menerangkan, jika ada pihak yang mengatasnamakan PGRI, kemudian menyatakan dukungan terhadap salah satu kandidat calon presiden atau wakil presiden, menurutnya itu hanya klaim. 

"Forum Guru Honorer K2 PGRI bukan dari PGRI itu klaim saja. Kita tidak pernah membuat forum honorer, semua forum merah, hijau, putih kuning itu adalah anak kami tapi kami punya cara-cara kami yang kami perjuangkan. Jadi Forum Guru Honorer K2 PGRI itu tidak ada kami tidak pernah membentuk. Ketua PGRI Jawa Timur saja tidak tahu. Kami tidak ada dukung mendukung ke siapapun." 

Unifah menyadari, bahwa setiap orang memiliki hak politiknya masing-masing, begitu pula guru. Namun, PGRI terus mengingatkan, agar aspirasi tersebut disalurkan pada tempatnya, bukan di sekolah atau di ruang kelas. Terlebih, kata dia, untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia menekankan, bahwa guru yang telah menjadi PNS tidak boleh terlibat politik praktis. Tapi, tentu tidak hanya untuk guru PNS, guru honorer juga harus menjaga marwah pendidikan. 

"Saya kira guru makin cerdas ya. Kalau ada ya pasti ada ya, satu orang pasti ada, tidak terhindarkan di kelompok manapun. Jadi kita mengingatkan, bahwa aspirasi, dia punya hak politik yang akan disalurkan nanti ya disalurkan," pungkasnya. 


Editor: Sindu

  • PGRI
  • PB PGRI
  • Unifah Rosyidi
  • Hari Guru Nasional
  • Persatuan Guru Republik Indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!