BERITA

Perda Relokasi Pascabencana Sulteng Rampung Bulan Depan

"Pemerintah daerah Sulawesi Tengah segera merampungkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah untuk mengakomodasi relokasi pascabencana."

Ria Apriyani

Perda Relokasi Pascabencana Sulteng Rampung Bulan Depan
Sejumlah warga berada di lokasi bekas terjadinya pencairan tanah (likuifaksi) di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (2/11/2018). (Foto: ANTARA/ M Hamzah)

KBR, Jakarta - Pemerintah daerah Sulawesi Tengah segera merampungkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah untuk mengakomodasi relokasi pascabencana. Pada pengujung September 2018, beberapa daerah di Sulawesi Tengah diguncang gempa diikuti tsunami dan fenomena likuifaksi atau pencairan tanah.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan ada sekitar 300 hektare lahan yang terkena likuifaksi dan tidak bisa ditinggali. Luas area itu diperkirakan masih akan bertambah sesuai rekomendasi Badan Geologi perihal daerah lain yang rawan bencana.

Namun menurut Longki, sudah ada sejumlah lokasi yang disiapkan sebagai area pemukiman baru bagi korban bencana.

"Untuk Palu di Tondo, Talise, Duyu, dan Petobo. Sigi di daerah Pombewe, Donggala di Loli dan Pantai Barat. (Status tanahnya?) Diusahakan tanah itu milik negara atau tanah berstatus HGU dan HGB tapi yang tidur, tidak ada aktivitas," ujar Longki di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (5/11/2018).

Loki menambagkan, daftar area yang harus direlokasi akan difinalkan pada pekan depan. Sementara perdanya ditargetkan bisa keluar pada Desember 2018 mendatang. Ia pun mengatakan nantinya perlu pembangunan sejumlah infrastruktur baru di daerah-daerah tujuan relokasi.

"Infrastruktur jalan, air bersih, listrik, karena itu daerah baru, kosong, belum ada apa-apa."

Baca juga:




Editor: Nurika Manan
  • likuifaksi
  • gempa dan tsunami Palu
  • gempa dan tsunami Sulteng
  • Gubernur Sulawesi Tengah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!