BERITA

2017-11-03T13:45:00.000Z

Spesies Baru dan Langka, Orangutan Tapanuli Tinggal 800 Individu

"Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) merupakan spesies orangutan ketiga setelah Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii)."

Spesies Baru dan Langka, Orangutan Tapanuli Tinggal 800 Individu
Orangutan Tapanuli, spesies baru orangutan yang baru diumumkan Kementerian LHK. (Foto: Tim KLHK/Twitter @DitjenKSDAE)

KBR, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama sejumlah peneliti menemukan spesies baru Orangutan di Sumatera, yaitu Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Spesies baru orangutan tersebut ditemukan pada 1997, dan penelitian dilanjutkan pada 2007 mengenai jumlah populasi dan genetika. Selanjutnya pada 2016, KLHK bersama tim peneliti menyelesaikan semua penelitian terhadap Orangutan Tapanuli.

Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) merupakan spesies orangutan ketiga setelah Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii).

Puji Rianti, salah seorang peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan temuan orangutan jenis Orangutan Tapanuli itu setelah dilakukan penelitian genetik, morfologi, serta perilaku dan ekologi.

"Bukti pertama yang mengukuhkan Orangutan Tapanuli sebagai spesies baru terlihat dengan terpaparnya perbedaan genetik yang sangat besar di antara ketiga jenis Orangutan. Jadi hasil perbedaan genomik melebihi perbedaan genetik, antara gorila di Afrika, antara dataran tinggi dan dataran rendah, maupun antara simpanse dan bonobo di Afrika," kata Puji saat mengumumkan Spesies Baru Orangutan di Jakarta, Jumat (3/11/2017).


red

Identifikasi

Puji Rianti mengatakan dari segi morfologi Orangutan Tapanuli memiliki ukuran tengkorak dan tulang rahang yang lebih kecil dibandingkan dua spesies lainnya, serta rambut di seluruh tubuh Orangutan Tapanuli lebih tebal dan lebih keriting.

Secara perilaku dan ekologi, Orangutan Tapanuli jantan menyebarkan informasi melalui panggilan jarak jauh (long call).

Orangutan Tapanulli pun memiliki jenis pakan yang unik yang hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru, karena ekosistem ini memiliki dataran lebih tinggi, sehingga jenis tumbuhan yang hidup pun berebeda.

Namun, Puji menyayangkan jumlah populasi dari Orangutan Tapanuli yang tersisa saat ini tidak lebih dari 800 individu, terlebih lokasi ini memiliki tekanan antropogenik yang kuat terhadap populasi Orangutan Tapanuli.

Selain itu, faktor yang menyebabkan populasi Orangutan Tapanuli sedikit adalah karena sangat lambat dalam berkembang biak. Dengan rentang usia hidup sampai 60 tahun, primata ini rata-rata memiliki anak pertama di usia 15 tahun dengan jarak melahirkan antara delapan sampai sembilan tahun.

Makanan utama Orangutan Tapanuli adalah buah-buahan, rayap, semut liana, dedauan, kuncup bunga dan ulat. Namun, spesies baru orangutan ini ternyata juga memakan spesies tumbuhan lain yang sebelumnya tidak pernah tercatat sebagai pakan orangutan, seperti tumbuhan atumangan, sampinur tali, sampinur bunga dan agatis yang hanya tumbuh di wilayah Tapanuli.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK, Wiratno mengatakan saat ini kawasan ekosistem Batang Toru belum termasuk dalam kawasan hutan lindung, sehingga saat ini yang dilakukan KLHK adalah meminimalkan dampak pembangunan.

"Tadi effective management di lapangan untuk memastikan ada perburuan. Kita bentuk community patrol, jadi masyarakat bisa membantu menjaga habitat itu. Kalau sudah berstatus hutan lindung, pasti tidak ada penebangan pohon," kata Wiratno kepada KBR, Jumat (3/11/2017).

Saat ini KLHK masih menghadapi masalah mengenai sistem pemantauan terhadap Orangutan Tapanuli tersebut.

Editor: Agus Luqman 

  • orangutan
  • Orangutan Tapanuli
  • Orangutan Borneo
  • orangutan Sumatera
  • satwa langka
  • satwa dilindungi
  • satwa terancam punah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!