HEADLINE

Penghayat Kepercayaan di KTP, Dewan Pertimbangan MUI Minta Pemerintah Tak Ikuti Putusan MK

Penghayat Kepercayaan di KTP, Dewan Pertimbangan MUI Minta Pemerintah Tak Ikuti Putusan MK

KBR, Jakarta- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)   meminta  Kementerian Dalam Negeri tidak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pencatatan aliran kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin besok   Dewan Pimpinan Pusat MUI akan bersikap atas putusan MK tersebut.

"Itu yang oleh MUI, mungkin secara resmi besok oleh Dewan Pimpinan, untuk meminta (pemerintah) jangan secara cepat dan serta merta (menjalankan putusan MK) terhadap masalah yang kontroversial ini. Kepada saudara-saudara kami, penghayat terhadap Tuhan YME yang dulu bernama aliran kebatinan, itu sangat bernuansa Islami atau semacam sufisme Jawa menurut kajian akademik, marilah kembali kepada Islam," kata Din usai Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (22/11).

Din berharap, pemerintah tidak mengindahkan putusan MK yang memungkinkan aliran kepercayaan tercatat di KTP. Menurut dia, hal tersebut bisa terjadi karena ada putusan MK lainnya yang tidak dijalankan pemerintah. Dia mencontohkan putusan MK terkait pasal yang mengatur Badan Pelaksanaan Minyak dan Gas Bumi.

Menurut Din, keputusan MK tidak tepat. Dia bahkan menilai, proses putusan MK itu berlangsung secara diam-diam sebab MK tidak melibatkan Kementerian Agama, kendati gugatannya terkait pasal tentang administrasi kependudukan.

Dia juga mengatakan, TAP MPR nomor 4 tahun 1978 (tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tercatat pada huruf f) menyebut bahwa aliran kepercayaan itu bukan agama, dan tidak bisa disetarakan dengan agama. Karena itu, menurut Din, aliran kepercayaan tidak bisa tercatat dalam kolom agama di KTP.

"Selama ini ada kesepakatan, kepercayaan itu kembali pada agama, kepercayaan pada agama-agama. Kalau (dalam) putusan MK ada tafsir baru, ini kita pertanyakan," katanya.

Din berpandangan, putusan MK ini merugikan umat Islam. Tetapi dia tidak menjelaskan secara rinci kerugiannya.

Din menuding  putusan MK itu menyimpang.

"Ada penyimpangan terhadap kehidupan bernegara," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, timnya tengah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Koordinasi  di antaranya dengan  Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan tokoh-tokoh agama.

Sebelumnya MK memenangkan gugatan para penghayat kepercayaan. MK memutuskan pemerintah harus mencatat penghayat  kepercayaan dalam administrasi kependudukan. Keputusan itu terkait gugatan uji materi pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.

Editor: Rony Sitanggang

  • penghayat kepercayaan
  • Majelis Ulama Indonesia (MUI)
  • Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsudin
  • ugama batak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!