BERITA

Cegah Pelanggaran, Ombudmans akan Tinjau Seluruh Proyek Reklamasi

Cegah Pelanggaran, Ombudmans akan Tinjau Seluruh Proyek Reklamasi

KBR, Jakarta-  Ombudsman Republik Indonesia  akan meninjau seluruh proyek reklamasi di Indonesia. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, peninjauan untuk mencegah  pelanggaran administrasi atau maladministrasi   izin dan pelaksanaan reklamasi. Sebab, ada banyak laporan dugaan pelanggaran terkait proyek-proyek reklamasi.

Alamsyah mengatakan, sudah membuat tim khusus untuk melakukan pengecekan proyek-proyek reklamasi sejak awal bulan ini. Mereka akan mengadakan peninjauan dari mulai regulasi, perizinan, sampai pelaksanaan.


"Setidaknya ada di Teluk Jakarta, Makassar, Palu. Kami melihat sudah ada rencana di tempat lain tapi belum kami verifikasi. Paling tidak tiga yang sudah fix. Tapi kemungkinan akan ada dua titik lagi, Bali, yang sempat ribut, dan di Sulawesi Tenggara yang baru cerita tapi belum kami verifikasi," kata Alamsyah di Gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (3/11).


Dia melanjutkan, upaya peninjauan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran administrasi itu perlu dilakukan karena proyek reklamasi sangat berkaitan dengan kepentingan publik. Tidak hanya itu, publik juga memberi perhatian lebih pada wacana reklamasi


"Kemudian sesuai undang-undang kan kita tidak boleh abai. Nanti salah Ombudsman," ujarnya.


Selama ini, Alamsyah mengatakan, ada banyak laporan dugaan maladministrasi mengenai proyek reklamasi. Laporan tersebut berasal dari Makassar, Palu, dan hari ini dari Jakarta terkait reklamasi Teluk Jakarta.

Selain itu Ombudsman juga akan menindaklanjutin laporan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mengenai dugaan pelanggaran administrasi atau maladministrasi yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan Hak Pengelolaan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk dua pulau reklamasi di Teluk Jakarta, yakni Pulau C dan D. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, lembaganya akan memeriksa Kementerian ATR dan instansi-instansi terkait.

"Kalau ini, setelah beres diterima kami lakukan pemeriksaan semua pihak. Mereka adalah Kementerian ATR, Pemprov DKI, Kementerian Kelautan, KLHK," kata Alamsyah usai menerima laporan dari KSTJ di Gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (3/11).


Alamsyah tidak bisa memastikan waktu pemeriksaan berkas laporan yang sudah diterima dari KSTJ. Tetapi dia mengatakan, bila dalam berkas itu memuat kerugian atas adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, lembaganya bisa lebih cepat memanggil instansi-instansi lain yang terkait.


Sementara, Deputi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Tigor Hutapea, yang mewakili KSTJ, mengatakan  memiliki data kerugian atas izin HPL dan HGB yang diterbitkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional. Kerugian itu terkait dampak pencemaran akibat terbitnya HPL dan HGB di Pulau C dan D.

Selain itu, menurut Tigor, kerugian lainnya dialami nelayan.

"Kita punya satu kajian yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai kerugian yang dialami para nelayan," kata Tigor.


Dia melanjutkan, timnya juga akan melengkapi berkas yang bisa menjadi pertimbangan Ombudsman.  Berkas-berkas tersebut menjelaskan bahwa penerbitan HPL dan HGB tidak sesuai prosedur.


Dia menjelaskan, pembangunan Pulau C dan D itu tanpa KLHS dan peraturan mengenai zonasi juga tidak ada. Memang ada izin lokasi, tetapi menurut Tigor, izin tersebut tidak berdasarkan pada KLHS dan peraturan zonasi.


Dia melanjutkan, ada Amdal tetapi  hanya untuk pembuatan pulau,   tidak menyangkut barang-barang yang ada di atas pulau.


Dia menjelaskan, penerbitan HPL dan HGB tidak melalui proses yang benar. Proses tersebut adalah adanya kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang harus disusun, lalu harus ada peraturan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kemudian pengembang mengajukan izin lokasi, penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), izin pelaksanaan kalau Amdal disetujui, setelah itu baru ada pengajuan HPL dan HGB.


Tigor mengatakan, pembangunan Pulau C dan D itu tanpa KLHS dan peraturan mengenai zonasi juga tidak ada. Memang ada izin lokasi, tetapi menurut Tigor, izin tersebut tidak berdasarkan pada KLHS dan peraturan zonasi.


"Bagaimana mungkin HPL dan HGB itu bisa keluar padahal proses di depannya itu salah. Jadi kami menilai, ada cacat administratif yang dilakukan dalam penerbitan HPL dan HGB oleh Kementeritan ATR atau BPN. Karena itu Ombudsman harus memverikasi dan memeriksa penerbitan HPL dan HGB. Kalau ada maladministrasi mereka harus merekomendasikan bahwa HPL dan HGB ini mesti dicabut," kata Tigor usai memberikan laporan pada Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (3/11).


Dia menjelaskan, penerbitan HPL dilakukan pada Agustus 2017 sedangkan HGB pada September 2017. Pada saat itu, status Pulau C dan D masih terkena moratorium atau sanksi.


"Masih terkena sanksi lingkungan, HPL dan HGB-nya terbit. Ini yang bermasalah juga," kata dia.


Sebenarnya, KSTJ sempat mengajukan keberatan kepada Kementerian ATR. Tetapi, Tigor mengatakan, tidak ada tanggapan sama sekali sampai saat ini.


"Ombudsman harus memverifikasi mengenai hal ini. Kalau memang ada maladministrasi, harus ada rekomendasi untuk membatalkan HPL dan HGB," kata Tigor.


Editor: Rony Sitanggang

  • reklamasi
  • reklamasi teluk jakarta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!