BERITA

'Penambangan Liar' di Freeport, Polri Selidiki Penadah dan Penyuplai

"Martinus mengklaim Polri sedang menertibkan penambangan liar untuk mengatasi tindak kejahatan di Tembagapura yang kembali meningkat. "

Dwi Reinjani, Ria Apriyani, Dian Kurniati

'Penambangan Liar' di Freeport, Polri Selidiki Penadah dan Penyuplai
Juru bicara Mabes Polri Martinus Sitompul. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Markas Besar Kepolisian menyelidiki pihak-pihak yang menyuplai barang kebutuhan penambangan emas 'liar' di sekitar tambang PT Freeport Indonesia, Papua. Selain penyuplai, polisi juga mengusut penadah emas hasil pendulangan itu.

Juru bicara Mabes Polri, Martinus Sitompul mengatakan penelusuran polisi akan dimulai dengan menanyakan para pendulang dan saksi lain yang mengetahui proses jual beli tersebut.

"Masih diselidiki, siapa saja yang terkait dengan upaya-upaya penambangan ini. Siapa yang memasok peralatan, siapa yang mendatangkan orangnya, kemudian kemana hasil tambang ini. Tentu ini didalami oleh kepolisian," kata Martinus kepada KBR, di Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Martinus mengklaim Polri sedang menertibkan penambangan liar untuk mengatasi tindak kejahatan di Tembagapura yang kembali meningkat. Di samping itu, kata Martinus, penambangan liar merupakan perbuatan melanggar hukum. Penambangan warga harus dilakukan dengan mendapat izin tertulis atau mendapat izin resmi dari pemerintah maupun PT Freeport Indonesia.

Sebelumnya, Kapolri Tito Karnavian mengatakan upaya evakuasi warga penambang yang dilakukan di Tembagapura, Papua merupakan momentum bersih-bersih dari penambang liar. 

Tito mengklaim masuknya warga dari luar Papua dan menjadi penambang liar di sana, membuat angka kriminalitas meningkat di Papua.

"Mereka ini pendulang liar. Di tailingnya Freeport mereka mendulang di sana. Dapat satu gram mungkin per hari. Oleh karena itu nggak boleh lagi mereka balik ke situ. Ini momentum untuk membersihkan pendulang liar juga di situ, karena menimbulkan masalah banyak. Menimbulkan masalah sosial, masalah prostitusi, masalah HIV. Makanya kita minta supaya mereka dikembalikan ke asalnya," kata Tito di Jakarta, Senin (20/11/2017).

Pengusiran warga adat

Direktur Yayasan Pusaka Yafet Leonard Franky mencurigai pemindahan warga oleh aparat keamanan di Tembagapura merupakan upaya mengusir masyarakat adat dari kawasan Freeport. Sejak awal 1970, kata Yafet, masyarakat adat perlahan tersingkir dari tanah ulayat mereka.

"Freeport menjadi penguasa area setempat. Tidak boleh ada aktivitas lain di luar kegiatan mereka. Termasuk penduduk asli. Memindahkan penduduk dari Banti, bukan baru kali ini. Sudah ada beberapa kali," ujar Franky, Kamis (23/11/2017).

Yafet Leonard mengatakan pemindahan warga pendulang itu juga dilakukan sekaligus untuk membersihkan para pendulang ilegal. Mereka biasanya mengambil limbah hasil produksi Freeport, kemudian menjualnya kembali kepada para penadah.

Selama ini, kata Yafet Leonard, semua kegiatan itu diketahui oleh aparat keamanan dan juga PT Freeport Indonesia. Namun ia menduga Freeport tengah berencana mengekspansi kegiatan bisnisnya di kawasan itu.

"Karena itu objek vital nasional. Tidak boleh ada aktivitas lain selain Freeport. Kami menduga ada kepentingan lain. Mungkin ada rencana eksploitasi diperluas. Tidak mungkin kalau ada masyarakat di situ," kata Yafet.

Baca juga:

Sikap Freeport

Juru bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengklaim perusahaannya tak akan mensterilkan lokasi tambangnya di Tembagapura dari suku Amungme yang menjadi penduduk asli wilayah tersebut. 

Riza mengatakan, perusahaannya telah memberikan bantuan fasilitas umum untuk kampung di sekitar tambang. Namun, kata dia, perusahaannya juga tak berwenang mencegah warga, baik lokal maupun pendatang untuk mendulang emas dari tailing tambangnya di aliran Sungai Ajkwa. 

Riza mengatakan hanya pemerintah daerah dan aparat keamanan yang bisa menjaga sungai dari pendulang ilegal.

"Pemda sudah mengeluarkan peraturan. Jadi yang bisa mengamankan daerah itu sebenarnya adalah petugas pemerintah daerah atau aparat. Kami ini kontraktor pemerintah. Jadi kami hanya bisa melakukan penyuluhan dan pemberitahuan bagi masyarakat bahwa itu berbahaya. Lebih dari itu tidak bisa lakukan. Kami tidak bisa melakukan pengusiran. Kami memang tambang yang mengendapkan tailing ke sungai, dan sungai itu tidak bisa kami jaga, karena di situ banyak masyarakat yang tinggal di daerah itu," kata Riza kepada KBR, Kamis (23/11/2017).

Riza mengatakan, perusahaannya tak pernah berusaha mengusir penduduk asli Tembagapura dari kampungnya. Apalagi, Riza mengklaim, melalui program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) juga membuatkan sekolah dan rumah sakit untuk penduduk. 

Riza mengatakan limbah tambang perusahaannya dialirkan ke sungai terjal untuk meminimalkan kandungan mineral. Selain itu, kata dia, perusahaannya juga telah memikirkan cara menghindarkan sungai yang menjadi lokasi pembuangan limbah dari warga, dengan memilih aliran di dataran tinggi yang jauh dari pemukiman. Mekanisme pembuangan limbah itu, menurut Riza, telah disetujui pemerintah daerah dan dinyatakan aman. 

"Belum ada teknologi tambang di dunia yang bisa mengekstrak mineral 100 persen. Jadi mungkin saja ada yang terbuang di endapan. Yang terbaik adalah kita memilih sungai yang tidak ada pemukiman, yang aman, makanya kita endapkan. Terjalnya itu, nanti endapan akan sampai pada dataran rendah. Di dataran rendah itulah kita buatkan tanggul di kanan-kiri supaya tidak melebar ke mana-mana," kata Riza.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • Krisis Tembagapura
  • kekerasan Tembagapura
  • penambang emas Tembagapura
  • penambang emas ilegal
  • pendulang emas
  • Limbah Freeport
  • tailing PT Freeport

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!