NASIONAL

Pemerintah Tak Siap dengan Gerakan LGBT

"November diperingati sebagai bulan transgender. Sejak 2000, para transgender di sejumlah negara kemudian memperingati bulan ini dengan berbagai macam aksi. Aksi yang dilakukan setiap tahunnya menjadi sebuah gerakan agar keberadaan mereka diakui oleh neg"

Pemerintah Tak Siap dengan Gerakan LGBT
waria, indonesia

KBR,  Jakarta – November diperingati sebagai bulan transgender. Sejak  2000, para transgender di sejumlah negara kemudian  memperingati bulan ini dengan berbagai macam aksi. Aksi yang dilakukan setiap tahunnya menjadi sebuah gerakan agar keberadaan mereka diakui oleh negara.


Peringatan ini mengingatkan pada Konferensi Perempuan Asia Pasifik: Beijing+20 yang menyisakan sejumlah pertanyaan bagi para transgender di Indonesia.


Dalam konferensi yang diadakan pada 17-21 November  tersebut pemerintah Indonesia bersama negara Iran, Pakistan, Bangladesh, Maldives dan Rusia menolak istilah orientasi seksual  dan identitas gender ditetapkan. Pemerintah juga tidak membuka isu SOGI (Sexual Orientation Gender Identity) dan keberagaman keluarga di Indonesia.


Di Indonesia misalnya, orang yang mempunyai orientasi seksual yang berbeda seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual/ Transgender) mendapatkan banyak diskriminasi di lingkungannya. Mereka tidak diakui orientasi seksualnya sekaligus didiskriminasi dalam bidang pekerjaan.


“Sulit untuk bekerja di tempat yang semua orang bisa mengaksesnya. Para LGBT hanya bisa bekerja di salon. Banyak perusahaan yang tak menerima kami sebagai pekerja,” ujar salah satu aktivis LGBT.


Dwi Rubiyanti Khalifah dari The Asian Muslim Action and Network (AMAN) dan Wakil Ketua Komnas Perempuan, Desti Murdijana dalam konferensi pers hasil Konferensi Perempuan Asia Pasifik: Beijing+20 menyatakan, bahwa LGBT di Indonesia selalu diasingkan karena dianggap keberadaannya tidak sesuai dengan agama dan norma-norma yang ada di Indonesia.


“Pemerintah Indonesia tidak pernah siap dengan gerakan ini. Beberapa tahun yang lalu kita pernah memperjuangkan hal ini di konferensi Beijing, namun sekarang justru malah dihilangkan,” ujar Dwi Rubiyanti Khalifah.


Hal ini juga terjadi pada keberadaan various of family (keberagaman keluarga). Pemerintah tidak menyetujui adanya kebijakan soal keberagaman keluarga di Indonesia.


“Keberagaman keluarga selalu identik dengan pernikahan sejenis, padahal fakta di lapangan menunjukkan ada berbagai macam tipe keluarga di Indonesia, ada yang kepala rumah tangganya perempuan, ada yang kepala rumah tangganya nenek, tetapi pemerintah Indonesia tidak mau mengakui ini,” ujar Desti Murdijana.


Sejumlah aktivis LGBT mendokumentasikan catatan hitam yang  menimpa mereka, dari mendapatkan kekerasan hingga pelecehan. Dari mengalami pemukulan hingga pemutaran film yang dibubarkan.


Namun ada juga sejumlah catatan kemajuan pada LGBT di Indonesia. Seperti di Yogyakarta kini terdapat pengajian transgender yang diterima oleh masyarakat. Selain itu sejumlah lembaga seperti LKiS (Lembaga Kajian islam Sosial) juga mendokumentasikan kehidupan transgender di Yogya dan kemudian dipublikasikan dan diputar di sejumlah tempat. 


Selama ini kemajuan-kemajuan ini lebih banyak dilakukan oleh para aktivis yang bergiat dalam lembaga-lembaga kemanusiaan. Intinya mereka ingin agar kehidupan LGBT aman dan tidak diganggu.


Komnas Perempuan sendiri dalam Catatan akhir tahunnya sejak tahun 2012 selalu mencatat apa yang terjadi pada LGBT. Catatan ini masuk dalam bidang kritis kekerasan terhadap perempuan.


“Selain menjadi catatan akhir tahun Komnas Perempuan, organisasi LGBT juga bekerjasama dengan 10 organisasi di Indonesia dan mulai melakukan pendokumentasian kasus. Ini kemajuan yang sangat baik,” ujar Badan Pekerja Komnas Perempuan, Yulia Dwi Andriyanti.


Yulia menambahkan, walaupun penerimaan terhadap LGBT  masih kecil dan penolakannya jauh lebih besar, ia optimistis bahwa LGBT bisa diterima oleh masyarakat luas suatu saat nanti.Tekad para aktivis LGBT, keberadaan mereka diterima oleh presiden Jokowi dan pemerintah mengubah kebijakan untuk mereka.


Editor: Antonius Eko 

  • waria
  • indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!