NASIONAL

Pasung Kebebasan Petani, Gapoktan Harus Dicabut

"Pemerintah didesak segera mencabut Peraturan Menteri Pertanian tentang Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan. Langkah ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan salah satu pasal di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Pet"

Taufik Wijaya

Pasung Kebebasan Petani, Gapoktan Harus Dicabut
petani, gapoktan

KBR, Jakarta - Pemerintah didesak segera mencabut Peraturan Menteri Pertanian tentang Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan. Langkah ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan salah satu pasal di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. 


Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan aturan yang dikeluarkan 7 tahun silam tersebut dinilai memasung petani dalam berorganisasi. Selain itu Henry berharap pemerintah daerah segera menerbitkan aturan yang mendorong kemajuan petani.


”Permentan yang dikeluarkan Menteri Anton Apriantono tahun 2007 itu harus dicabut. Dan yang kedua pemerintah pusat ini harus mengeluarkan PP soal Perlintan karena baru kan? Selain itu harus ada perda perda yang berisi tentang kewajiban negara terhadap kemajuan petani,” tegas Henry. 


Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal 59 ayat 3 Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dengan putusan MK itu, maka petani telah bebas menggunakan tanah milik pemerintah khususnya lahan pertanian untuk bertani. 


Gugatan uji materi itu diajukan oleh beberapa organisasi diantaranya Aliansi Petani Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa. 


Pasal yang dipersoalkan itu mengatur bahwa petani memperoleh lahan pertanian dan diberikan dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan.


Editor: Antonoius Eko 

  • petani
  • gapoktan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!