NASIONAL

Para Perempuan Hebat dari Pesisir Sulsel

"kendala awal saat membentuk kelompok ini adalah mengubah kebisaan kaum perempuan yang setiap hari hanya duduk-duduk saja di rumah. Perlu satu tahun untuk membujuk mereka menjadi anggota"

Para Perempuan Hebat dari Pesisir Sulsel
nurhayati, oxfam, sulawesi selatan

Terik matahari siang menyambut kami saat tiba di dusun Kekean di tepi Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu musim kemarau tengah mencapai puncaknya. Sawah dan tambak mengering. 


Namun, ada rasa sejuk saat masuk ke rumah panggung milik ibu Syarifah. Dia tengah sibuk menganyam jaring dan jala. Menarik senar, memasang timah dan mengikatnya satu per satu. 


Syarifah menjadi penyelamat perekonomian warga desa, yang sebelumnya hanya mengandalkan hasil tangkapan laut yang hasilnya tak pasti. Syarifah memberdayakan kaum perempuan, khususnya para janda. 


Memberdayakan Janda 


Kini tak ada lagi perempuan tua dan janda yang hanya duduk-duduk di rumah. Setiap hari selalu ada kesibukan membuat jala. Syarifah mendirikan elompok Kalaroang dan Siangkaling Adae. 


Kalaroang yang bergerak di usaha budidaya rumput laut. Sedangkan Siangkaling Adae didirikan memberi pendapatan bagi para janda dan ibu tua dengan membuat jala dan jaring, Rata-rata anggontanya berusia 50-60 tahun. 


“Saya hanya mengajak janda miskin. Kalau janda kaya buat apa diajak. Syarat kedua, anggota belum pernah tersentuh bantuan dari pemerintah daerah,” kata Syarifah. 


Dua kelompok ini didirikan Maret tahun lalu. Kalaroang memiliki anggota 10 kepala keluarga, sementara Siangkaling Adae 20 KK. Pembentukannya dibantu lembaga Oxfam. Sebuah lembaga internasional yang bekerja untuk menghapus kemiskinan di hampir 100 negara. 


“Sebelumnya ibu-ibunya bekerja sendiri-sendiri. Mereka memang sudah kerja bikin jaring, namun belum ada bantuan sehingga ekonomi keluarga masih sangat terbatas,” tambah Syarifah. 


Memutus Rantai Kemiskinan 


Bantuan dari Oxfam datang pada Juli lalu. bantuan berupa peralatan membuat jaring dan jala cukup diberikan sekali, setelah itu para janda sudah bisa menghasilkan sendiri. Hasil jaring dan jala dikumpulkan di satu tempat kemudian diambil  pengumpul untuk didistribusikan. Pembelinya sebagian besar dari Papua.


Dari satu jaring yang mereka buat mereka mendapatkan uang Rp 45.000 dan dalam sehari satu orang bisa menyelesaikan 1-3 jaring.


“Pembeli dari Papua biasanya datang dua kali sebulan. Sekali kirim bisa sekitar 700-800 jaring. Satu jaring dijual Rp 45 ribu. Modal untuk satu set, yang terdiri dari 15 jaring, Rp 216 ribu,” papar Syarifah. 


Dari hasil membuat jaring sudah ada anggota yang menyekolahkan anaknya ke SMK hingga kuliah. Bangun rumah hingga  beli perahu mesin.Belum genap satu tahun mereka sudah bisa menikmati hasilnya. 


Syarifah juga mengajar sebagai tenaga honorer di Madrasah selama 11 tahun. Namun pendapatannya dari rumput laut dan membuat jaring jauh lebih besar dbanding gaji guru yang diterimanya setiap bulan. 


Rumput Laut 


Perempuan hebat lainnya adalah Herlina. Dia juga berjasa memberdayakan kaum perempuan dengan membuat kelompok budii daya rumput laut bernama Pantai Bira, di desa Pancana, Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. 


Herlina menuturkan, kendala awal saat membentuk kelompok ini adalah mengubah kebisaan kaum perempuan yang setiap hari hanya duduk-duduk saja di rumah. Perlu satu tahun untuk membujuk mereka menjadi anggota. 


“Ada suami yang melarang istrinya kerja. Tapi sekarang mereka sadar, kalau bekerja bisa dapat uang, bisa menghidupi anak,” tambahnya. 


Perubahan Sosial 


Kata Herlina,.setelah membentuk kelompok ada banyak perubahan kehidupan yang dirasakan anggota. Mulai dari perekonomian sampai status kaum perempuan. Kalau dulu perempuan selalu di rumah, sekarang sudah sibuk banyak pekerjaan. 


“Perubahan sosial juga terlihat dengan makin banyaknya perempuan yang bersekolah bahkan ada yang sampai SI. Sementara dulu hanya sampai SD. Ibu-ibunya juga dapat pendidikan di luar sekolah,” tambah perempuan berusia 33 tahun itu. 


Kelompok bertemu dua kali sebulan. Dulu kalau ada pertemuan di balai desa hanya laki-laki yang datang. Perempuan tidak biasa ikut rapat. Sekarang perempuan malah yang lebih banyak hadir. Mereka ikut memberi pendapat, menyampaikan keluhan.


Kini pendapatan desa utamanya berasal dari rumput laut dan nelayan. Laki-laki sudah banyak yang dilibatkan dalam kelompok ini, mereka bertugas menanam rumput laut. Sementara para ibu bertugas mengeringkan, mengikat hingga urusan pemasaran.


Kelompok ini sekali panen bisa sampai 15 ton rumput laut kering. Untuk panen perlu waktu 45 hari. Per kilonya dijual Rp 14.500 pernah sampai Rp 18.000. Rata-rata setiap anggota bisa dapat Rp 5 juta sampai Rp 7 juta setiap kali panen. 


Berkat Oxfam


Syarifah dan Herlina adalah bagian dari program restorasi penghidupan pesisir Oxfam yang  sudah berjalan sejak 2010 di 13 kecamatan, 26 desa dan 64 kampung. Tujuan dari program ini selain memperbaiki mangrove, juga membantu masyarakat pesisir untuk meningkatkan pendapatannya.  


Oxfam melakukan studi awal untuk memilih wilayah yang akan dibantu. Kriterianya berdasarkan tingkat kemiskinan, dimana pendapatannya di bawah dua dolar per hari (sekitar Rp 24 ribu), seta kerusakan mangrove. 


Area Program Manager Oxfam Eastern Indonesia, Erwin Simangunsong mengatakan, sasaran utamanya perempuan. Mereka didorong untuk berani bicara. Setelah empat tahun program berjalan perempuan-perempuan ini mulai menunjukkan kemampuannya. 


“Bagi kita yang berpendidikan mungkin mudah berbicara di depan umum. Tapi bagi mereka, dengan budaya setempat, sangat tidak mudah. Perlu waktu untuk berani. Soalnya selama ini mereka selalu di belakang laki-laki,” tambah Erwin. 


Di tahun keempat, Oxfam balik mendekati kaum prianya. Kata Erwin, kalau perempuanya kuat, namun laki-laki tak disadarkan, bisa memicu timbulnya keretakan di rumah tangga. 


“Karena laki-laki merasa dikalahkan. Untuk itu kami juga melibatkan para bapak-bapak. Kalau istri sering keluar, di rumah siapa yang urus? Itulah pentingnya laki-laki juga dilibatkan agar ada perubahan relasi. Bahwa urusan domestik bukan hanya urusan perempuan.” 


Oxfam juga memerhatikan perempuan yang menjadi kepala keluarga. Hingga kini sudah ada 1156 perempuan yang menerima manfaat. Dari sejumlah itu, 140 orang adalah kepala rumah tangga perempuan.  


Baca cerita lainnya: Nurhayati Mendobrak Tradisi Perempuan Pesisir

  • nurhayati
  • oxfam
  • sulawesi selatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!