NASIONAL

Komnas Perlindungan Anak: Sekolah Jangan Alergi Kritik

"Kasus dikeluarkannya tiga siswa SMA Negeri Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, karena mengkritisi kebijakan sekolah lewat media sosial Facebook (FB) dianggap telah melanggar hak anak untuk mendapat pendidikan."

Komnas Perlindungan Anak: Sekolah Jangan Alergi Kritik
sekolah, siswa, kritik

Kasus dikeluarkannya tiga  siswa SMA Negeri Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, karena mengkritisi kebijakan sekolah lewat media sosial Facebook (FB) dianggap telah melanggar hak anak untuk mendapat pendidikan. 


Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan,  alasan dikeluarkannya ketiga siswa itu terlalu berlebihan. Harusnya sekolah bukan menghukum, tapi mengubah yang tidak baik menjadi baik. Dia mendesak dinas pendidikan menjatuhkan sanksi pada sekolah. 


“Siswi yang melakukan kritik seharusnya diapresiasi. Kalau ada kritik jangan langsung kebakaran jenggot, dan ini jelas melanggar hak anak. Kami rekomendasikan kepada dinas pendidikan untuk memberi sanksi kepada sekolah,” kata Aris. 


Dia menambahkan, sejak 2013 sudah ada 476 kasus anak yang dikeluarkan dari sekolah. Kasus ini menunjukkan bahwa sekolah gagal menjalankan fungsinya. Anak, kata Aris,  punya hak untuk didengar pendapatnya.


Tiga siswa SMA Negeri Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, dikeluarkan karena mengkritisi kebijakan sekolah lewat media sosial Facebook (FB). Ketiga siswa itu adalah Reksa Dirgantara Putra, Wiwit Dwi Santoro, dan Towil Maamun.


Komentar salah satu siswa itu; “Murid terlambat dihukum, guru terlambat tidak dihukum.” Status itu ditulis oleh Wiwit beberapa pekan lalu dan dikomentari temannya.


Sementara itu, pihak SMAN 1 Bungaraya, Siak membantah jika tiga siswa yang dikeluarkan karena postingan di facebook. Mereka dikeluarkan karena nakal dan telah beberapa kali ditegur.



  • sekolah
  • siswa
  • kritik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!