KBR, Jakarta - Amnesty Internasional menyatakan lebih dari 100 orang di Indonesia dipidana dengan Undang Undang Penodaan Agama sejak 2004.
Padahal, Direktur Riset Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty Internasional Rupert Abbott mengatakan, Undang Undang Nomor I/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama berlawanan dengan aturan internasional yang sudah ditandatangani pemerintah Indonesia.
Amnesty Internasional menilai undan-undang tersebut menakutkan bagi penganut agama minoritas di Indonesia.Ini karena kebanyakan mereka yang menjadi korban adalah pemeluk agama minoritas.
“Dan meskipun UU Penodaan Agama di Indonesia itu telah belaku sejak tahun 1965 dan dimasukkan ke dalam UU KUHP tapi jarang digunakan. Hingga sekitar tahun 2004 ketika bekas presiden SBY menjabat, sehingga vonis atau penghukuman di bawah UU Penodaan Agama itu melejit,: kata Rupert dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (21/11).
“Jadi selama satu dekade terakhir kami telah mendokumentasikan lebih dari 100 orang yang dipidana karena penodaan agama. Kebanyakan dari mereka itu memiliki pandangan keyakinan yang minor.”
Melalui laporan Amnesty Internasional yang berjudul “Mengadili Keyakinan” lembaga HAM itu mendesak pemerintah Indonesia membebaskan tahanan nurani yang masih tersisa sekira sembilan orang. Salah satunya adalah pemimpin Syiah di Sampang Tajul Muluk yang saat ini tengah menjalani hukuman empat tahun penjara.
Editor: Antonius Eko