NASIONAL

Urbanisasi Terus Meningkat, Pemerintah Kembangkan Kota Metropolitan di Luar Jawa

"Kawasan perkotaan di Indonesia belum bisa berkontribusi seperti negara lain. Di Indonesia, setiap 1 persen pertumbuhan penduduk perkotaan hanya meningkatkan PDB perkapita 1,4 persen."

Agus Lukman

urbanisasi
Anak-anak bermain di kawasan padat penduduk di Kampung Bandan, Jakarta, Jumat (14/10/2022). (Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra)

KBR, Jakarta - Kementerian PPN/Bappenas mencatat pada 2020 lalu 56,4 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Himawan Hariyoga Djojokusumo mengatakan pada saat Indonesia berusia 100 tahun pada 2045 nanti jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan diperkirakan meningkat hingga 67,1 persen.

"Dari statistik yang ada, hampir 40 persen dari jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan, tinggalnya di wilayah kota sebagai wilayah administratif. Sisanya, sekitar 60 persen tinggal di kabupaten atau sekitarnya," kata Himawan, dalam diskusi 'Menjawab Tantangan Urbanisasi' yang diselenggarakan Bappenas, Selasa (18/10/2022).

Himawan mengatakan, di berbagai negara, perkotaan memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan melalui produktivitas warga.

Dalam konteks itu, kawasan perkotaan di Indonesia belum bisa berkontribusi seperti negara lain. 

Di Indonesia, setiap 1 persen pertumbuhan penduduk perkotaan hanya meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) perkapita sebesar 1,4 persen.

"Sementara di negara lain, di Asia Timur dan Pasifik itu sebesar 2,7 persen, hampir 3 persen peningkatan PDB perkapita. Di RRT, bahkan sudah sampai 3 persen," kata Himawan.

Ia mengatakan ada kendala yang menghambat potensi pertumbuhan dalam peningkatan PDB perkapita. Di antaranya, masih terbatasnya layanan dasar perkotaan seperti air minum, sanitasi, transportasi publik dan lain-lain. 

Selain itu ada eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pengelolaan perkotaan yang belum optimal.

"Kalau belum dikelola dengan optimal, maka akan timbul lagi dampak negatif, atau memperburuk dampak negatif yang sekarang sudah dirasakan di berbagai wilayah perkotaan di Indonesia. Misalnya adanya kawasan kumuh yang tersebar di berbagai tempat, adanya ketimpangan sosial, penurunan kualitas lingkungan, kemacetan dan lain-lain," tambah Himawan.

Baca juga:


Metropolitan Luar Jawa

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Himawan Hariyoga Djojokusumo mengatakan pemerintah menargetkan bisa membangun 10 kota metropolitan pada 2024. 

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah ingin mengembangkan perkotaan termasuk kota wilayah metropolitan yang berkelanjutan.

Kawasan perkotaan yang direncanakan pemerintah antara lain 4 kota baru yakni Maja (Banten), Tanjung Selor (Kalimantan Utara), Sofifi (Maluku Utara), dan Sorong (Papua Barat) yang direncanakan diselesaikan hingga 2024.

Selain itu satu ibu kota baru (IKN) di Kalimantan Timur, 10 wilayah metropolitan dan 52 kota besar, sedang maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.

"Wilayah metropolitan merupakan wilayah dengan konsentrasi jumlah penduduk, termasuk tenaga kerja dan kegiatan ekonomi, dan kontribusi terhadap output yang tertinggi. Karena itu memerlukan strategi. Antara lain peningkatan kualitas dan pemerataan pelayanan dasar, peningkatan konektivitas wilayah, perbaikan data statistik metropolitan, dan perumusan kerangka regulasi, kelembagaan dan pendanaan," kata Himawan.

Dari data Bappenas, ada 10 wilayah metropolitan yang ditargetkan terwujud pada 2024. Dari jumlah itu, dua di Sumatera (Medan dan Palembang), lima di Jawa Bali (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Denpasar), satu di Kalimantan (Banjarmasin), serta dua di Sulawesi (Makassar dan Manado).

Dari 10 wilayah metropolitan, dua di antaranya belum menyelesaikan dan menetapkan dokumen rencana tata ruang kawasan strategis nasional, yaitu di Sumatera (Palembang) dan Jawa (Surabaya).

Himawan menambahkan Kementerian PPN/Bappenas sudah menyusun platform kebijakan perkotaan nasional dengan visi perkotaan berkelanjutan 2045.

Visi ini diturunkan menjadi lima misi. Di antaranya; mewujudkan sistem perkotaan nasional yang seimbang, menyejahterakan dan berkadilan; mendorong perkotaan yang layak huni, inklusif dan berbudaya; mendorong perkotaan yang maju dan menyejahterakan; mendorong perkotaan yang hijau dan tangguh serta mewujudkan tata kelola perkotaan yang transparan, akuntabel, cerdas dan terpadu.

Untuk mewujudkan misi itu, kata Himawan, perlu didukung berbagai regulasi, kelembagaan yang tepat serta pembiayaan yang mencukupi.

Misi itu kemudian dielaborasi ke sejumlah arah kebijakan. Di antaranya dengan pengembangan kota sedang, kota besar dan  kota metropolitan di luar Jawa yang terkoneksi dengan baik. Selain itu juga mengembangkan keterkaitan desa-kota yang tidak eksploitatif dan saling menguntungkan.

Baca juga:


Regulasi perkotaan

Himawan menyinggung definisi urbanisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa atau kota kecil ke kota besar, dengan catatan pembangunan desa bisa membendung urbanisasi.

"Tapi ada definisi lain, yaitu perubahan sifat suatu tempat dari suasana atau cara hidup desa ke cara hidup atau suasana cara hidup kota. Pada prinsipnya, yang akan terjadi di dunia dan di Indonesia, tidak hanya penduduknya yang berpindah ke kota-kota eksisting, tapi ada perubahan sifat dari suatu tempat dari desa yang berkembang menjadi kota atau kawasan perkotaan," kata Himawan.

Himawan mengatakan Indonesia sudah memiliki 27 regulasi yang mengatur perkotaan di berbagai bidang. Di antaranya UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air dan lain-lain.

"Peraturan perundangan sudah dikeluarkan dalam berbagai bidang. Mulai dari perencanaan, pengelolaan lingkungan, fisik, ekonomi perkotaan sampai tata kelola dan penyelenggaraan perkotaan. Namun, tampaknya belum semuanya dapat menjawab tantangan ke depan," kata Himawan.

Ia menyebut ada sejumlah kesenjangan dan tantangan yang telah teridentifikasi, yang perlu diisi demi menjamin pengelolaan perkotaan yang lebih berkelanjutan.

Misalnya pengaturan untuk mengantisipasi perubahan iklim, misalnya respon terhadap inisiatif rendah karbon. Selain itu, pengaturan inovasi pembangunan perkotaan yang mengikuti corak dan potensi budaya lokal, serta regulasi yang mengatur regulasi yang mengatur kelembagaan dan tata kelola perkotaan.

"Bahkan, pada level yang lebih mendasar, undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kota, bagaimana kota dibangun, dikelola, itu belum ada. Saat ini rencana undang-undangnya masih disusun. Bappenas bersama berbagai pihak termasuk kementerian lembaga masih mematangkan naskah akademik dan RUU untuk bisa diajukan ke DPR melalui program legislasi nasional. Diharapkan jadi regulasi payung yang mengisi gap peraturan perundang-undangan dalam rangka menjawab tantangan dalam pengelolaan perkotaan di masa depan," kata Himawan.

Editor: Rony Sitanggang

  • perkotaan
  • urbanisasi
  • Bappenas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!