NASIONAL

Penyakit Ginjal Akut, Pemerintah Didesak Bentuk Tim Independen

"Karena bagaimanapun kasus gangguan ginjal akut progresif pada anak yang memakan lebih dari 100 anak kita wafat, tentu ini tidak bisa dilakukan pendekatan secara subjektif atau sektoral"

Resky Novianto

Penyakit Ginjal Akut, Pemerintah Didesak Bentuk Tim Independen
Pasien anak ginjal akut di ruang PICU RSUD Zainal Abidin, Banda Aceh, Jumat (21/10/22). (Antara/Ampelsaa)

KBR, Jakarta - Pemerintah didesak segera membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) untuk mengusut melonjaknya penyakit ginjal akut pada anak. Hingga kemarin, Kementerian Kesehatan mencatat ada 255 kasus penyakit ginjal akut. Dari jumlah itu, 143 orang meninggal.

Anggota Komisi Kesehatan DPR Netty Prasetiyani mengatakan, investigasi dari tim independen diharapkan bisa menguak penyebab ratusan anak meregang nyawa.

"Saya tidak akan pernah bosan meminta pemerintah membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF). Karena bagaimanapun kasus gangguan ginjal akut progresif pada anak yang memakan lebih dari 100 anak kita wafat, tentu ini tidak bisa dilakukan pendekatan secara subjektif atau sektoral. Tapi betul-betul harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh," ujar Netty saat dihubungi KBR, Selasa (25/10/2022).

Baca juga:

Netty mendorong pemerintah mengusut penyakit itu secara transparan dan independen. Sebab menurutnya, kemungkinan ada faktor selain cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dari kandungan bahan obat sirop. Dua zat itu diduga kuat menjadi penyebab ratusan anak mengalami penyakit ginjal akut.

Pemerintah, lanjut Netty, juga diminta mempertegas dan memperjelas tata kelola perizinan dan pengawasan obat-obatan. Tujuannya untuk memastikan kasus-kasus serupa tidak terjadi di kemudian hari.

Maladministrasi

Ombudsman menyatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) berpotensi melakukan maladministrasi dari sisi pengawasan terkait penyakit ginjal akut. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, kelalaian Badan POM terjadi pada proses sebelum obat didistribusikan atau diedarkan, dan setelah produk itu beredar.

"Badan POM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi. Dengan mekanisme uji mandiri, seolah-olah kepada perusahaan itu diberikan kewenangan negara untuk melakukan pengujian tanpa kontrol yang kuat dari Badan POM. Kami temukan mekanismenya itu justru adalah uji mandiri dilakukan perusahaan farmasi dan baru kemudian mereka melaporkan ke BPOM, jadi BPOM ini terkesan pasif,"ujar Robert dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Selasa (25/10/2022).

Baca juga:

Robert menemukan ada kesenjangan antara standarisasi yang diatur oleh Badan POM dengan implementasi di lapangan. Menurutnya, penyakit ginjal akut terjadi diduga akibat batas kandungan senyawa produk dari perusahaan farmasi melebihi standar dari Badan POM.

Selain itu, dia menilai Badan POM tidak maksimal dalam memverifikasi produk sebelum penerbitan izin edar. Pemberian penerbitan tidak diikuti tahap evaluasi saat obat tersebut diedarkan di masyarakat.

Ombudsman, lanjut Robert, meminta pengawasan ketat peredaran obat sebelum dan sesudah diedarkan oleh Badan POM. Selain itu, juga harus ada sanksi keras terhadap perusahaan farmasi yang mengedarkan produk terindikasi berbahaya tersebut.

Editor: Wahyu S.

  • penyakit gagal ginjal akut anak
  • gagal ginjal akut misterius
  • korban gagal ginjal akut
  • penyebab gagal ginjal akut anak
  • obat ginjal akut

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!