NASIONAL

Menkes: Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis Jantung

"Indonesia kekurangan dokter spesialis jantung"

Menkes: Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis Jantung

KBR, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia kurang memadai. Kondisi ini berdampak pada minimnya fasilitas bedah jantung daerah. Sebab tidak bisa memasang ring untuk menangani masyarakat yang terkena serangan jantung.

Dari 514 kabupaten/kota, hanya sekitar 200 daerah yang bisa memasang ring. Sedangkan di tingkat provinsi, masih ada enam provinsi yang belum bisa memasang ring.

"Itu sudah 77 tahun Indonesia merdeka. Apalagi bedah jantung terbuka, lebih sedikit lagi. Jadi kadang-kadang saya sedih, kasihan sekali masyarakat kita. Karena kita tidak mempersiapkan fasilitas kesehatan untuk melayani mereka," kata Budi dalam Webinar Nasional Hari Jantung Sedunia, Rabu (12/10/2022).

Budi menargetkan, pada 2024 semua provinsi akan memiliki fasilitas operasi bedah jantung. Kemudian pada 2027, ditargetkan semua kabupaten/kota akan memiliki fasilitas bedah jantung.

Baca juga:

Sebagai bentuk pencegahan, dia mengajak masyarakat menerapkan pola hidup sehat.

"Jadi prioritas program Kementerian Kesehatan adalah merevitalisasi pilar layanan primer sistem kesehatan nasional, khussnya untuk mendidik kegiatan promotif, maupun mencegah, kegiatan preventif, agar masyarakat tetap hidup sehat dan tidak terkena penyakit kardiovaskular," kata Budi.

Budi menyebut, lebih dari 600 ribu kematian setiap tahun diakibatkan oleh penyakit kardiovaskular atau jantung. Penyakit ini juga menjadi beban tertinggi yang ditanggung negara. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, nilanya mencapai lebih Rp9 triliun.

Editor: Wahyu S.

  • penyakit jantung
  • dokter spesialis jantung
  • anggaran penyakit jantung
  • menteri kesehatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!