BERITA

Polri: Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 Bisa Dipidana

"Pelanggar aturan terancam hukuman kurungan badan satu tahun dan/atau denda Rp100 juta."

Muthia Kusuma

Pelanggar Prokes Bisa Dipidana
Selebgram Rachel Vennya diperiksa Polisi karena diduga melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan, usai pulang dari luar negeri. (FOTO: ANTARA/Reno Esnir)

KBR, Jakarta- Mabes Polri menegaskan pelanggar kebijakan protokol kesehatan Covid-19 bisa dikenakan sanksi pidana dan uang denda. Hal itu termaktub dalam dua undang-undang, yaitu beleid soal wabah penyakit menular dan kekarantinaan kesehatan.

Juru bicara Mabes Polri, Rusdi Hartono menyatakan, pengawasan ketat dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19. Termasuk kepada masyarakat yang tiba dari luar negeri.

"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 yaitu tentang Wabah Penyakit Menular. Apabila warga yang tidak tertib terhadap penanganan wabah penyakit menular ini, maka bisa dikenakan sanksi pada pasal 14, di mana dapat hukuman penjara setahun dan denda setinggi-tingginya satu juta," kata Rusdi dalam program Dialog Produktif Kabar Kamis bertajuk Karantina Wajib untuk Semua, demi Indonesia Bebas Pandemi yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube FMB9ID_IKP, Kamis, (28/10/2021).

Baca juga:

Jubir Mabes Polri, Rusdi Hartono menambahkan, berdasarkan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, pelanggar aturan terancam hukuman kurungan badan satu tahun dan/atau denda Rp100 juta.

Rusdi mengingatkan agar setiap wilayah memastikan penerapan protokol kesehatan oleh seluruh kalangan masyarakat sesuai aturan.

Selain itu, ia mengimbau kepada petugas memerhatikan kenyamanan di lokasi karantina. Tujuannya agar masyarakat tak melanggar aturan prokes. Semisal kabur sebelum masa karantina berakhir.

Editor: Sindu

  • Pelanggaran Protokol Kesehatan
  • COvid-19
  • Sanksi Langgar Prokes Covid-19
  • Polri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!