BERITA

Besaran Kenaikan Upah 2022 Versi Buruh, DPR, Ekonom, dan Kemenaker

"Dengan kenaikan upah minimum, maka daya beli masyarakat bisa pulih dan ekonomi nasional juga tumbuh."

Kenaikan upah 2022
Ilustrasi aksi buruh menolak revisi UU Ketenagakerjaan di Jakarta. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum untuk tahun depan. Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, kenaikan upah minimum 2022 menjadi keharusan, karena kebutuhan hidup masyarakat juga semakin meningkat. Selain itu kata dia, dengan kenaikan upah minimum, maka daya beli masyarakat bisa pulih dan ekonomi nasional juga tumbuh.

"Naikkan UMK 2022 sebesar 7 sampai 10 persen. Apa alasannya? Survei yang dilakukan KPI di 24 provinsi di seluruh Indonesia, dengan menggunakan KHL ditemukanlah rata-rata kenaikan bahan barang sebesar 7 sampai 10 persen. Harga transportasi, terutama angkutan umum, ojek online juga mahal sehingga biaya transportasi meningkat tajam," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Selasa, (26/10/2021).

Ia menambahkan, "Hal lain adalah beberapa bahan pokok, dari survei KHL di lima pasar tiap provinsi, ditemukan angka kenaikan 7 sampai 10 persen. Untuk itu, kami meminta UMK 2022 berlaku kenaikannya 7 sampai 10 persen," imbuhnya. 

Dukungan Parlemen

Desakan kenaikan upah untuk tahun depan, mendapat dukungan Anggota Bidang Ketenagakerjaan DPR, Rahmad Handoyo. Menurutnya, permintaan kenaikan upah dari para buruh itu cukup masuk akal.

"Pada intinya saya setuju terhadap kenaikan UMP yang disampaikan para buruh. Sekaligus itu toh hak buruh juga, untuk meminta kenaikan UMP bagi pendapatan mereka. Namun demikian, itu perlu didiskusikan kepada para pekerja untuk difasilitasi masing-masing daerah, kemudian bagaimana berapa besarnya itu disesuaikan dengan masing-masing daerah berapa besarnya kemampuan," kata Rahmad kepada KBR, Rabu (27/10/2021).

Respons Ekonom

Tanggapan tak jauh beda datang dari Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. Ia menyarankan pemerintah menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai kenaikan inflasi. Menurutnya, dalam kondisi pandemi memang harus ada penyesuaian, namun kenaikan itu tidak harus sebesar permintaan buruh.

"Memang harus diturunkan (permintaan buruh), tapi tidak juga rendah. Minimum sampai inflasi sama, katakanlah inflasi terbayar plus produktivitas dari masing-masing sektor. Industri kan beragam, kalau industri lagi terpuruk ya nggak bisa ada kenaikan, begitu juga inflasinya dimasukkan. Inflasi kita 3 sampai 3,5 persen, itu minimum. Nanti ada tengah-tengahnya berapa,"kata Tauhid melalui sambungan telepon kepada KBR, Rabu (27/10/2021).

Tauhid mengatakan kenaikan itu sangat dibutuhkan buruh untuk mendongkrak daya beli. Namun, di sisi lain kemampuan penyesuaian perusahaan juga harus dipikirkan agar tidak timbul masalah lain.

Sedang Dibahas

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan bersama Dewan Pengupahan Nasional mulai mengkaji penyusunan upah minimum 2022. Penetapan upah minimum tahun depan akan mengacu pada aturan baru, yakni PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan penetapan upah minimum akan dilakukan berdasarkan kondisi ekonomi dan sejumlah komponen lain.

Baca juga:

Editor: Dwi Reinjani

  • kenaikan upah
  • INDEF
  • Inflasi
  • Kemenaker
  • UMP
  • UMK
  • KSPI
  • DPR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!