BERITA

Obat Covifor, BUMN Kalbe Farma Petakan Kebutuhan Pasien Covid-9

""Berapa kebutuhannya akan kami sesuaikan dengan Kementerian Kesehatan ataupun suku dinas setempat," "

Obat  Covifor, BUMN Kalbe Farma Petakan Kebutuhan Pasien Covid-9
Obat bagi pasien Covid-19.

KBR, Jakarta-  PT Kalbe Farma berkolaborasi dengan perusahaan  Amarox Pharma Global meluncurkan obat Covifor   untuk pasien Covid-19 di Indonesia, Kamis (01/10). Obat produksi Hetero perusahaan farmasi asal India ini diklaim telah memenuhi standar yang telah disetujui otoritas regulasi global yang ketat, seperti Badan Kesehatan Amerika (USFDA) dan Komisi Eropa (EU). 

PT Kalbe Farma menyatakan bakal segera berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, untuk memetakan kebutuhan dan sistem edar obat Covifor untuk pasien Covid-19. Menurut Direktur Utama Kalbe Farma, Vidjongtius, pemetaan distribusi dan peredaran Covifor sangat penting, supaya bisa obat itu bisa cepat sampai kepada pasien.

“Akan melakukan koordinasi, karena bagaimanapun jaringan rumah sakit, berapa kebutuhannya akan kami sesuaikan dengan Kementerian Kesehatan ataupun suku dinas setempat, termasuk juga nanti karena swasta juga ada. Jadi semua kita petakan karena kebutuhan memang cukup tersebar. Jadi kami supaya target aja, supaya terarah gitu ya jadi kami siapkan semua daftar ini nanti supaya layanan kesehatan ini kepada pasien Covid-19 bisa lebih cepat,” ujar Direktur Utama Kalbe Farma, Vidjongtius dalam konferensi pers, Kamis (01/10/2020).

Vidjongtius menambahkan, koordinasi juga perlu dilakukan untuk menentukan harga dan penggunaan. Karena obat Covifor termasuk obat keras yang hanya boleh diberikan pada pasien Covid berusia di atas 12 tahun, dan memiliki berat di atas 40 kilogram. 

Harga obat suntik ini Rp3 juta per vial, dan akan diupayakan supaya harga jualnya terjangkau. Vidjongtius menegaskan, Covifor hanya akan didistribusikan ke rumah sakit saja. Bahkan di apotek pun tidak akan diperjualbelikan bebas. 

Covifor yang diimpor dari India  merupakan versi generik Remdesivir yang membeli lisensi dari perusahaan biofarmasi asal Amerika Serikat, Gillead Sciences. Dalam situs Gilead disebutkan, awalnya mengembangkan Remdesivir itu untuk mengatasi virus Ebola dan Marburg. 

Tapi uji coba terbatas pada penyakit infeksi saluran pernafasan MERS dan SARS menunjukkan,  Remdesivir dimungkinkan bisa mengobati pasien COVID-19. Sejumlah negara  sudah menggunakan Remdesivir untuk pengobatan pasien korona, misalnya di Amerika Serikat dan Korea Selatan. Penggunaannya diketahui hanya untuk  pasien COVID-19 kondisi kritis, atau pasien dengan saturasi oksigen di  bawah 94.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan belum bisa berkomentar banyak terkait kehadiran obat COVID-19 impor dari India, Covifor. Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan Widyawati, belum ada pernyataan resmi apapun terkait obat Covifor. 

”Saya belum bisa jawab. Saya musti nanya sama unitnya dulu, ya unit yang menangani obat. Saran dari Kemenkes ya tetap protokol kesehatan dilakukan dijalankan gitu aja. Sementara kita terus bekerja,  tapi kalau yang soal obat saya belum koordinasi saya belum bisa jawab,” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan Widyawati kepada KBR, Kamis (01/10/2020). 

Hingga Kamis (01/10) kemarin jumlah kasus di Indonesia terkonfirmasi  291.182 dengan jumlah sembuh 218.487 dan meninggal sejumlah 10.856. 

Editor: Rony Sitanggang

  • COVID-19
  • obat covid
  • redemsivir
  • #KBRLawanCovid19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!