BERITA

UU KPK Digugat, Hakim MK: Tidak Jelas Kerugiannya Apa

UU KPK Digugat, Hakim MK: Tidak Jelas Kerugiannya Apa
Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman (tengah) memimpin sidang pendahuluan uji formil UU KPK di Gedung MK, Jakarta, Senin (14/10/2019). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formil terhadap UU KPK pada Senin (14/10/2019).

Sidang digelar atas permohonan sejumlah mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah, yang sekaligus berprofesi sebagai advokat di bawah naungan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

Di sidang ini, Wiwin Taswin selaku perwakilan Pemohon menggugat UU KPK baru hasil revisi yang disahkan DPR pada 17 September 2019. Menurut Wiwin, UU itu disahkan melalui prosedur yang salah.

"Ketika ada proses maupun prosedur penerbitan sebuah undang-undang, yang menurut pendapat kami ini ada kesalahan prosedur, maka ini menurut kami ada pelanggaran konstitusional yang kami alami. Begitu, Yang Mulia," kata Wiwin, sebagaimana tercatat dalam Risalah Sidang MK, Senin (14/10/2019).

Wiwin juga meminta MK membatalkan ketentuan soal Dewan Pengawas KPK.

"Kemudian dari sisi materinya ada satu pasal yang kita uji, mengenai adanya Dewan Pengawas di dalam KPK. Karena menurut pendapat kami, Dewan Pengawas ini nanti membuat KPK menjadi tidak independen. Sehingga menurut pendapat kami, ini harus dibatalkan. Begitu kira-kira, Yang Mulia," lanjut Wiwin.


Hakim Enny: Kerugiannya Belum Jelas

Seperti terbaca dalam risalah sidang, para Hakim MK umumnya menilai gugatan Pemohon terhadap UU KPK masih belum jelas.

Hakim Anggota Enny Nurbanningsih misalnya, menilai Pemohon belum menguraikan bentuk kerugian yang ditimbulkan UU KPK secara gamblang.

"Apakah kemudian ada kerugian terkait dengan hak yang diberikan oleh UUD 1945 itu akibat berlakunya norma dari suatu undang-undang? Karena kebetulan yang mau diujikan di sini adalah soal norma Dewan Pengawas, maka harus bisa kemudian menjelaskan soal itu, ya?" kata Hakim Enny sebagaimana tercatat dalam Risalah Sidang MK, Senin (14/10/2019)

"Kemudian, harus dijelaskan pula apa bentuk kerugiannya? Karena ini kan sesuatu yang belum berlaku, apakah itu bisa Anda rasakan kerugiannya secara faktual, apakah potensial akan menimbulkan kerugian? Dan bagaimana kemudian hubungan kausalitasnya, ya? Antara kerugian itu dengan kemudian permohonan pengujian ini sendiri," lanjut dia.

"Nah, uraian ini harus ada. Kalau tidak, ya kami tidak bisa mengerti apa sebenarnya yang diminta oleh Pemohon, seperti itu," tegasnya lagi.

MK pun memberi kesempatan pada para Pemohon untuk memperbaiki gugatannya.

"Perbaikan permohonan paling lambat hari Senin, tanggal 28 Oktober 2019, pukul 10.00 WIB. Itu paling lambat, ya? Jadi kalau memang mau diajukan sebelum itu, tentu lebih baik," kata Hakim Anwar Usman selaku Ketua Sidang.

Editor: Agus Luqman

  • Revisi UU KPK
  • UU KPK
  • Mahkamah Konstitusi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!