BERITA

Karhutla Masih Ada, BPPT Tetap Buat Hujan Buatan

Karhutla Masih Ada, BPPT Tetap Buat Hujan Buatan

KBR, Jakarta- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tetap melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan hujan buatan sementara waktu, untuk menangani kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang masih terjadi.

Peneliti Utama UPT Hujan Buatan BPPT Edvin Aldrian menyebut, hujan buatan sementara waktu masih diperlukan, karena melihat masih terdapat titik api dan kabut asap di beberapa daerah.


"Tadi gak ditampilin sih, titik api tiga hari terakhir ada tadi kita rapat di bawah, sudah mulai menurun, kecil sekali. Kan itu sangat bervariasi ya. Tapi kalau sudah masuk musim hujan mungkin hanya beberapa minggu lah. Mungkin 2 minggu lagi. Cuma yang paling efektif itu hujan Tuhan saja," kata Edvin usai acara konferensi pers Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Gedung BNPB (02/10/2019).


Edvin Aldrian menjelaskan, hujan buatan selama dua minggu ke depan, akan diupayakan di 4 provinsi, yaitu Riau, Sumatera Selatan (Palembang), Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.


Selain itu, BPPT juga masih membuka posko TMC di daerah-daerah tersebut.


"Rencananya kami akan menyemai garam NaCl dengan jumlah lebih besar ke wilayah terdampak Karhutla dengan menggunakan pesawat Hercules C-130," ujarnya.


Operasi penyemaian garam dari udara untuk memunculkan hujan buatan ini, dilakukan bekerja sama dengan BMKG dan TNI AU.


Setidaknya TNI AU dan BNPB sudah mengerahkan 45 armada udara. Empat pesawat CN 219 dan Casa 212-200, khusus dioperasikan untuk rekayasa hujan buatan.


Kemudian 41 helikopter sisanya, diperuntukkan menangani Karhutla dengan water bombing sekaligus patroli.


"Kalau hujan kan merata dia, agak besar ya lebar. Kalau water bombing itu spot-spot," tambah Edvin.

Editor: Kurniati Syahdan

 

  • karhutla
  • hujan buatan
  • BPPT
  • Modifikasi Cuaca

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!