BERITA

Jokowi Perintahkan Mahfud MD Tuntaskan Pelanggaran HAM di Papua

Jokowi Perintahkan Mahfud MD Tuntaskan Pelanggaran HAM di Papua

KBR, Jayapura-   Presiden Joko Widodo berkomitmen bakal menuntaskan sejumlah permasalahan HAM berat di Papua dalam pemerintahan periode keduanya ini. Penegasan itu ia sampaikan saat melakukan kunjungan kerja pertama kalinya ke Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, pada Minggu, 27 Oktober 2019.

Jokowi menyatakan telah memerintahkan jajaran di kabinetnya untuk menuntaskan permasalahan ini.


"Nanti coba ditanyakan ke Pak Menko Polhukam. Saya sudah perintahkan di sana untuk diselesaikan satu per satu," tegasnya.


Sejumlah peristiwa yang masuk kategori pelanggaran HAM berat di Bumi Cendrawasih tak kunjung tuntas meski telah bertahun-tahun. Mulai dari peristiwa Wasior pada 2001, yang mana terduga aparat Brimob Polda Papua melakukan penyerbuan kepada warga di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua. Dalam peristiwa itu, 4 orang tewas, 1 orang mengalami kekerasan seksual, 5 orang hilang, dan 39 orang disiksa.


Kemudian peristiwa Wamena 2003 silam. Bermula dari penyerbuan massa tak dikenal ke Markas Kodim 1702/Wamena, aparat TNI-Polri melakukan penyisiran ke 25 kampung di Wamena.  Komnas HAM mencatat kasus ini menyebabkan sembilan orang tewas, serta 38 orang luka berat. 


Terakhir tahun 2014, warga yang berunjuk rasa justru ditembaki oleh aparat gabungan TNI dan Polri di lapangan Karel Gobay, Kabupaten Paniai. Lima orang tewas dan belasan orang terluka dalam peristiwa ini.


Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD membuka peluang menghidupkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menuntaskan permasalah HAM masa lalu. Namun rencana justru ini disambut pesimistis oleh sejumlah kalangan karena jejak teruga pelaku, saksi, dan korban sulit dilacak. (why)


Dewan HAM 

Indonesia telah terpilih menjadi Anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022. Masa tugasnya akan dimulai pada 1 Januari 2020 mendatang.

Namun, menurut Angggota DPR Papua bidang pemerintahan, politik dan HAM, Laurenzus Kadepa, itu bukan jaminan bahwa kasus-kasus HAM di Papua akan selesai.

"Setelah dunia mempercayakan Indonesia Dewan HAM PBB, apakah ada komitmen menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu? Apa ada komitmen untuk tidak lagi melakukan pelanggaran HAM baru? Itu menjadi pertanyaannya," kata Laurenzus Kadepa kepada KBR, Selasa (22/10/2019).


Baca Juga: Indonesia Jadi Dewan HAM PBB, Padahal Banyak Kasus HAM Tidak Tuntas


Harus Ada Tindakan Nyata

Laurenzus mengingatkan bahwa Indonesia sudah berkali-kali menjadi Anggota Dewan HAM PBB, tepatnya sejak tahun 2006. Namun, hingga kini berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua belum dituntaskan. 

"Bahkan kasus Wamena dan Wasior, yang diajukan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung untuk disidangkan, berkasnya dikembalikan dengan alasan kualifikasi penyelidikan Komnas HAM rendah," kata Laurenzus.

Laurenzus menilai pemerintah Indonesia hanya aktif membicarakan masalah HAM di forum-forum internasional, tapi belum menunjukan hasil nyata.

"Mesti dibuktikan dengan tindakan nyata. Mestinya, kembali terpilihnya Indonesia sebagai Dewan HAM PBB dijadikan momentum oleh negara mengembalikan kepercayaan publik," ujarnya. 

Menurut Laurenzus, salah satu tindakan nyata yang perlu dilakukan pemerintah ialah menghentikan pembungkaman kebebasan berpendapat di Papua. Ia juga berharap demonstrasi di Papua tidak dianggap tindakan makar.

Editor: Rony Sitanggang

  • konflik papua
  • Kasus Pelanggaran HAM
  • HAM
  • Presiden Jokowi
  • Pelanggaran HAM Papua
  • Mahfud MD

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!