BERITA

Normalkah Perilaku Penjarahan Dampak Gempa Palu? Ini Kata Psikiater

"“Masyarakat sekarang memang sedang marah, karena situasi bencana” "

Pricilia Indah Pratiwi

Normalkah Perilaku Penjarahan  Dampak Gempa Palu? Ini Kata Psikiater
Ilustrasi: Petugas membantu mencari mayat-mayat yang tertimbun reruntuhan gempa Palu (foto: Antara)

KBR, Jakarta - Gempa dan tsunami yang menimpa Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya pekan lalu, tak hanya menyisakan duka dan kerugian. Masalah psikologis juga muncul seiring terjadinya peristiwa dan pengalaman yang dirasakan warga.

Mereka kehilangan tempat tinggal, air bersih, pakaian, fasilitas mandi, cuci dan buang hajat. Kelaparan pun mendera. Sementara bahan logistik atau bahan pangan sulit dicari, karena toko-toko atau swalayan tak beroperasi atau bahkan hancur.

Tak heran, sikap warga diluar kendali. Warga yang tak bisa menahan lapar, akan melakukan penjarahan di toko bahan makanan. Toko pakaian yang ada di mall atau di pasar pun tak luput dari aksi penjarahan.

Mengamati hal itu, Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Pusat, Eka Viora mengatakan, perilaku-perilaku agresif yang dilakukan para korban gempa di Palu, seperti penjarahan toko penyedia makanan merupakan reaksi normal pada situasi yang abnormal.

“Mereka pasti marah, tidak terima, kenapa keluarga saya yang hilang dan sebagainya, itu akan berdampak pada perilaku yang macam-macam,” ujar Eka di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (2/10/2018).

“Masyarakat sekarang memang sedang marah, karena situasi bencana” tambahnya.

Eka mengatakan, para korban bencana membutuhkan dukungan sosial dan psikososial, yaitu dengan cara memperlakukan mereka dengan baik dan mendengarkan keluh kesah mereka.

Menurut Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Indria Laksmi Gamayanti, penanganan korban bencana, selain pemenuhan kebutuhan dasar dan medis, juga penting untuk memperhatikan aspek kejiwaannya.

Ia menjelaskan para korban perlu diberikan psycological first aid, yaitu bentuk penanganan psikologis kepada korban bencana alam untuk membantu proses kemampuan mereka dalam beradaptasi di situasi sulit.

Cara ini, menurutnya, harus beriringan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan medis juga.

“Karena kalau dilakukan stabilisasi emosi, psycological first aid, tetapi pemenuhan kebutuhan dasarnya belum terpenuhi, tentu akan memicu kondisi-kondisi yang ada. Saya kira memang kita harus bekerja sama secara sinergis,” ujarnya.



  • gempa Palu
  • palu
  • tsunami
  • gempa bumi
  • bencana
  • Sulawesi Tengah
  • Penjarahan
  • Psikologis

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!