BERITA

[Ralat] Saksi BPJS Akui Pencabutan Kepesertaan Ribuan Pekerja Freeport Tak Sesuai Prosedur

[Ralat] Saksi BPJS Akui Pencabutan Kepesertaan Ribuan Pekerja Freeport Tak Sesuai Prosedur

KBR, Jakarta - Sidang gugatan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan PT Freeport Indonesia mengungkap adanya indikasi kesalahan prosedur pencabutan kepesertaan ribuan pekerja Freeport dari BPJS Kesehatan. Fakta persidangan itu didapat saat Kepala Bidang Divisi Pelayanan Kepesertaan JKN-BPJS Timika Papua, Yane Imbiri menyampaikan keterangan sebagai saksi, Rabu (10/10/2018).

Ia mengakui pemutusan kepesertaan BPJS Kesehatan 4.200 pekerja Freeport Indonesia tanpa didahului konfirmasi mengenai status para pekerja ke pihak perusahaan. Pencabutan kepesertaan, kata Yane, hanya berdasar pada informasi sistem online (e-Dabu) bahwa pekerja-pekerja itu tak lagi terdaftar. Sementara mekanisme e-Dabu memungkinkan perusahaan mencabut sepihak kepesertaan BPJS Kesehatan pekerjanya.

Padahal saat itu, ribuan pekerja masih dalam sengketa hubungan industrial dengan perusahaan. Kala itu para pekerja tengah melangsungkan mogok, memprotes kebijakan PHK PT Freeport Indonesia.

Semestinya, menurut Yane, selama belum ada pemutusan hubungan kerja maka kepesertaan BPJS kesehatan ribuan pekerja Freeport itu masih tetap aktif.

"Perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh putusan pengadilan, atau penerapan penyelesaian hubungan industrial yang mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Yane dalam kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/10/2018).

Sebelumnya, Siti Khalimah--istri bekas pekerja Freeport Indonesia, Irwan Dahlan--menggugat BPJS Kesehatan Kabupaten Timika dan PT Freeport Indonesia sebesar Rp1,9 miliar. Istri almarhum Irwan ini mengadu ke pengadilan karena merasa dirugikan. Kematian sang suami pada Oktober 2017 lantaran sakit mendadak. Almarhum Irwan, adalah satu dari ribuan pekerja yang kala itu ikut berdemonstrasi memprotes kebijakan PT Freeport Indonesia. Ia termasuk yang dipecat dan diputus layanan BPJS Kesehatannya.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur, BPJS seharusnya tetap dibayarkan paling lama enam bulan sejak pekerja mengalami PHK. Jika yang bersangkutan belum beroleh pekerjaan dan perusahaan menolak membayar, maka pemerintah yang menanggung biaya BPJS.

Irwan diduga meninggal lantaran penyakit dan tak bisa membayar pengobatan karena ketiadaan BPJS. Atas dasar itu, Siti pun melayangkan gugatan ke pengadilan. 

Menanggapi kesaksian tersebut, kuasa hukum Siti Khalimah, Nurkholis Hidayat berpandangan keterangan Yane bakal memberatkan BPJS Kesehatan. Sebab dari kesaksian itu terungkap beberapa hal di antaranya BPJS Kesehatan diduga lalai mengecek status pekerja PT Freeport Indonesia sebelum mencabut kepesertaan dan adanya celah sistem e-Dabu BPJS Kesehatan yang membuka akses bagi perusahaan untuk menonaktifkan secara sepihak kepesertaan pekerja. Selain itu, BPJS Kesehatan juga disebut tak menagih angsuran ke PT Freeport Indonesia.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/02-2018/buruh_sebut_ketua_pengadilan_negeri_timika_jadi_kontraktor_dan_dapat_fasilitas_pt_freeport/94998.html">Buruh Sebut Ketua PN Timika Jadi Kontraktor dan Dapat Fasilitas Freeport</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/saga/05-2018/muslihat_freeport_menghabisi_perlawanan_buruh/95913.html">Muslihat Freeport Menghabisi Perlawanan Buru</a> </b></li></ul>
    

    Ralat Berita: Pada berita berjudul "Saksi BPJS Akui Pencabutan Kepesertaan Ribuan Pekerja Freeport Tak Sesuai Prosedur" yang dimuat pada Rabu (10/10/2018) terjadi kesalahan mengenai penulisan gugatan yang ditujukan ke BPJS Kesehatan dan PT Freeport Indonesia. Ralat dilakukan Kamis (11/10/2018) pukul 06.00 WIB. Kami mohon maaf dan berita kami perbaiki. Terima kasih.



    Editor: Nurika Manan 

  • PT Freeport Indonesia
  • Lokataru
  • Freeport Indonesia
  • BPJS Kesehatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!