BERITA

'KPK Terkesan Tebang Pilih Tangani Skandal Buku Merah'

"Sikap pimpinan KPK itu memancing ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, terutama kekhawatiran KPK akan tebang pilih dalam mengusut kasus yang melibatkan kepolisian. "

KBR

'KPK Terkesan Tebang Pilih Tangani Skandal Buku Merah'
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

KBR, Jakarta - LSM mitra jaringan IndonesiaLeaks, Auriga Nusantara, mengkritik sikap yang ditunjukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyikapi pemberitaan media terkait dugaan kasus perusakan barang bukti yang dikenal sebagai skandal buku merah.

Investigasi media kolaborasi IndonesiaLeaks memuat sejumlah dokumen yang menyebut dua orang penyidik KPK dari kepolisian, bernama Roland Ronaldy dan Harun terlibat merusak barang bukti di KPK. Barang bukti itu diduga memuat aliran dana dari pengusaha impor daging Basuki Hariman ke sejumlah pejabat, termasuk bekas Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian.

Peneliti hukum di Auriga Nusantara, Syahrul Fitra menyesalkan menyebut hingga saat ini belum ada proses hukum terhadap dua orang penyidik KPK Roland dan Harun. KPK hanya memberi sanksi mengembalikan dua orang itu ke Mabes Polri karena alasan pelanggaran etik. Padahal, menurut Syahrul, dua penyidik itu sudah masuk kategori obstruction of justice (perbuatan menghalang-halangi proses penegakan hukum).

"Bahkan, statemen publik Ketua KPK cenderung menghidar, bahkan menganulir informasi yang diungkap oleh IndonesiaLeaks. Padahal berdasarkan pemberitaan tanggal 31 Oktober 2017 Ketua KPK, Agus Rahardjo menjelaskan kedua penyidik telah dijatuhi sanksi berat karena diduga merusak barang bukti kasus dugaan suap terkait uji materi UU No. 41 Tahun 2014," kata Syahrul dalam rilis yang diterima KBR, Kamis (18/10/2018).

Syahrul khawatir sikap pimpinan KPK itu memancing ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, terutama kekhawatiran KPK akan tebang pilih dalam mengusut kasus yang melibatkan kepolisian.

"Jika kondisi ini dibiarkan, tentu saja akan peluang praktik tebang pilih dalam kasus-kasus lainnya akan semakin terbuka, terutama terhadap kasus-kasus yang melibatkan orang-orang berpengaruh, tak terkecuali dalam kasus korupsi disektor Sumber Daya Alam," kata Syahrul

Dalam kasus sebelumnya, KPK mengusut dugaan pidana menghalang-halangi proses penyidikan yang melibatkan pengacara. Di antaranya KPK memproses hukum Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, dalam perkara dugaan korupsi KTP elektronik. Pengadilan memvonis Fredrich dengan hukuman tujuh tahun penjara.

Yayasan Auriga Nusantara merupakan salah satu dari lima mitra IndonesiaLeaks, selain LBH Pers, ICW, Change.org dan Greenpeace Indonesia.

Yayasan Auriga Nusantara mendesak agar Presiden Joko Widodo, KPK dan Polri bersama-sama mengembalikan kredibilitas penegakan hukum dan menjaga semangat pemberantasan korupsi. Syahrul mendesak berbagai pihak tidak sibuk memperdebatkan keberadaan IndonesiaLeaks, dan melupakan substansi investigasi berupa perusakan barang bukti.

"IndonesiaLeaks perlu dipandang sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," kata Syahrul.

IndonesiaLeaks merupakan platform bersama yang menghubungkan informan publik (whistle blower) dengan media. IndonesiaLeaks beranggotakan delapan media, antara lain Tempo, Bisnis Indonesia, CNN Indonesia, The Jakarta Post, Jaring, Independen.id, suara.com serta KBR.id.

Editor: Agus Luqman 

  • IndonesiaLeaks
  • Auriga Nusantara
  • Skandal Buku Merah
  • Tito Karnavian
  • Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
  • Whistle Blower
  • informan publik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!