Kata dia, pemkot masih harus melakukan mediasi lanjutan dengan warga. Apalagi, klaim Tri ada 500an warga yang sudah menyatakan menolak adanya gereja batak tersebut. Tri pun mengaku belum mengetahui kapan mediasi bersama warga sekitar kembali digelar.
"Boleh urus izin yang lama, tapi tidak sekarang, karena situasinya tidak memungkinkan, kita akan bantu urus izin di sana, tapi pelan-pelan, kan ngga mungkin suasananya masih gini," kata Tri saat mengunjungi ibadah pertama GBKP Runggun di Kantor Kecamatan Pasar Minggu, Minggu (9/10/2016).
Disinggung soal lahan relokasi, Tri mengakui lahan yang disodorkan pihak pemkot adalah lahan terbuka hijau. Namun, dia sendiri enggan menjelaskan lebih lanjut, bagaimana lahan yang tidak boleh dibangun apapun di atasnya, disodorkan untuk pembangunan gereja.
"Kondisinya harus relokasi?saya seh pengen tempat semula, tetapi jangka waktunya lama, jadi kalau ada tempat baru kenapa ngga. Sudah ditawarkan pa?sudah ada dekat koramil. Itu bukannya ruang terbuka hijau pa?bukannya lebih susah perizinan?ya lo liat aja masjid yang melanggar. Itu kan cuman kecil,"ujarnya
Dia memastikan akan membantu proses IMB gereja. Meski, waktunya tidak sekarang.
"Tugas kami memfasilitasi itu. IMB juga. Butuh wakti berapa?tahun ini bisa? Ah itu kan tinggal mengubah dari rukan menjadi gereja. Artinya mudah pa? Nanti tanya PTSP ya, bukan saya yang ngeluarin, tentunya melengkapi persyaratan itu," ungkapnya.
Sementara itu, ketua pembangunan Gereja, IR Tongat Malem U Pinem mengatakan, pergantian izin dari rukan ke gereja sudah diajukan. Pihaknya pun sudah mengikuti prosedur sesuai hukum yang berlaku. Salah satunya mengurus KRK atau Ketetapan Rencana Kota. KRK ini, kata dia sebagai salah satu syarat pengajuan izin ke rumah ibadah.
Tongat menambahkan bangunan gereja seluas 824 m2 di Tanjung Barat Lama, Jagakarsa, Jakarta Selatan merupakan zona K3, artinya, zona ini memang diperuntukan juga untuk pembangunan rumah ibadah.
Editor: Sasmito