HEADLINE

Reklamasi Pulau G, Pengembang: Integrasi dengan NCICD Bukan Wewenang Kita

""Sepanjang yang bisa kita jalani ya kita jalani, tapi kalau sesuatu yang bukan wewenang kita yang kita tidak bisa jalani ya bagaimana.""

Reklamasi Pulau G, Pengembang:  Integrasi dengan NCICD Bukan Wewenang Kita
Petugas KLHK menyegel pulau G hasil reklamasi. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Agung Podomoro Land (APL) selaku induk PT Muara Wisesa Samudra   masih menyelesaikan perbaikan dokumen dan izin lingkungan untuk Pulau G seperti yang disyaratkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai sanksi administratif. Sekretaris Perusahaan APL, Justini Omar mengaktakan pemenuhan syarat itu hanyalah yang sesuai wewenang perusahaan.

Sedangkan salah satu syarat seperti perlunya pengintegrasian dengan NCICD, kata dia, perusahaan perlu menunggu kajian Bappenas sebagai pihak yang berwenang mengerjakannya.

"Sepanjang yang bisa kita jalani ya kita jalani, tapi kalau sesuatu yang bukan wewenang kita yang kita tidak bisa jalani ya bagaimana. (Perubahan lingkungan dianggap bisa dijalankan pengembang?) Kalau mau dibilang gitu kan dari dulu sebenarnya memang udah ada. Trus yang diminta kemarin terakhir dalam surat segel itu ada minta perubahan yang dikaitkan dengan NCICD which is itu bukan wewenang PT MWS untuk bisa membuat istilahnya diintegrasikan dengan proyek NCICD yang nasional itu yang waktu itu bukannya kita tidak bisa kerjakan, tapi memang bukan wewenang kita," papar Justini kepada KBR, Kamis (27/10/2016).


Justini menyatakan keberlangsungan proyek dipenuhi melalui koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


"Intinya kita ikutin aja yang diminta apa. Maksud saya proyek di Pulau G, di anak usaha kita itu semua diurusin. Kita ikutin aja prosesnya mau gimana kita ikutin. Sekarang ini juga kita masih ikutin aja apa yang diminta segala macem," tegasnya.


Tenggat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan pengembang Pulau G proyek reklamasi Teluk Jakarta diberi tenggat waktu sekitar dua bulan sejak awal September lalu untuk merampungkan dokumen lingkungan. Kata dia, apabila pengembang melampaui tenggat waktu, maka Kementerian akan mempelajari lebih dulu penyebab keterlambatan.

Siti menegaskan, pengembang harus melengkapi dokumen lingkungan agar reklamasi bisa dilanjutkan.

"Nggak boleh ada lewat-lewat tenggat waktu. Dia musti beresin. (Kalau lewat tenggat?) Kita pelajari dulu, kita evaluasi, apa yang jadi masalahnya, kalau dia butuh waktu lagi dan lain-lain, kita pelajari," ujar Siti di Kantor Staf Presiden (KSP), Kamis (27/10/2016). 

Kata Siti, jika tak mengikuti aturan izin bisa dihentikan.

"Kalau nggak menuhi tenggat waktu, kita lihat lagi, lihat seberapa kompleks persoalannya. Kan kita bisa hitung ini, dia bisa selesaikan atau enggak, dia mau menyelesaikan atau enggak. Kalau nggak menurut aturannya kan nggak bisa diterusin berarti izinnya," lanjut Siti.


Siti menambahkan, KLHK bersama  Pemprov Jakarta memberikan pendampingan atau supervisi  kepada pengembang untuk memperbaiki dokumen lingkungan.


"Di DKI, LHKnya juga sudah turun, maka supervisi kepada si swasta untuk memperbaiki amdalnya itu dilakukan bersama-sama oleh pemda DKI dibantu oleh KLHK," ucapnya


Siti Nurbaya menyebut, pihak pengembang telah menyelesaikan sejumlah persyaratan yang diminta sebagai bagian dari sanksi administrasi


"Pulau G itu kan kena sanksi administrasi, dan banyak yang sudah dia selesaikan dari item-item yang kita syaratkan harus dia selesaikan," ujarnya.


Siti merinci dokumen yang harus dilengkapi pengembang yakni terkait rencana penanggulangan dampak akibat kegiatan reklamasi.


"Menjawab semua dampak yang dipersoalkan, yaitu pertama terkait dengan alur laut, PLTG, PLTGU kemudian juga alur nelayan yang katanya terhambat," jelasnya


Selain itu, pengembang juga wajib memberikan rencana untuk mengatasi dampak sosial aktifitas reklamasi. Kata Siti, pengembang harus memastikan pelibatan masyarakat di lingkungan sekitar reklamasi.


"Masyarakat menginginkan dia terlibat ada juga di dalam itu. Itu yang disepakati atau diminta dan harus ditampung di dalam perencanaan dia, karena itu bagian dari dampak sosial yang ada," tuturnya.


Sementara, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, revisi dokumen lingkungan pengembang harus merujuk pada kajian NCICD dari Bappenas dan KLHS dari pemerintah Jakarta. Sementara, kajian NCICD ditargetkan rampung akhir bulan ini.


"Tapi selama revisi itu kan mereka harus melihat pada dokumen NCICD dan dokumen KLHS. Dokumen itu kan yang bikin pemerintah, belum jadi, jadi saya sih kabarnya akhir Oktober ini katanya akan jadi. Sebenarnya dari kisi-kisinya saja, mereka harusnya sudah mulai," kata Rosa di Walhi, Kamis (13/10/2016)

Pada 10 Mei lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menerbitkan Surat Keputusan Nomor 355 Tahun 2016. Isinya, adalah lima syarat yang harus dipenuhi anak usaha Agung Podomoro Land  sebelum melanjutkan reklamasi seluas 161 hektare di Teluk Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mensyaratkan perbaikan izin lingkungannya bagi PT Muara Wisesa Samudera selaku pengembang Pulau G yang harus berdasarkan KLHS dan NCICD. Perubahan izin lingkungan tersebut adalah satu dari lima syarat yang harus dipenuhi pengembang sebelum melanjutkan reklamasi. KLHK saat itu memberi tenggat 120 hari sejak SK diterbitkan untuk perbaikan dokumen izin lingkungan. 


Editor: Rony Sitanggang

  • reklamasi pulau G
  • Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
  • sekretaris Perusahaan APL
  • Justini Omar
  • Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Rosa Vivien Ratnawati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!