BERITA

Sulitnya Korban KDRT Akses Fasilitas Pemulihan

""Saya selalu berpikir mengapa kondisi saya seperti ini? Saya hanya bisa berdoa dan pasrah kepada Tuhan.""

Sulitnya Korban KDRT Akses Fasilitas Pemulihan
Konferensi nasional pemulihan korban di Medan, Sumatera Utara. Foto: Luviana

KBR, Medan - Pemerintah sejak kepemimpinan Presiden SBY sudah mulai membangun mekanisme untuk pemulihan korban perempuan, misalnya dengan membangun fasilitas untuk perempuan korban kekerasan, namun hingga kini tak semua masyarakat bisa mengaksesnya.

Hal ini disampaikan beberapa korban dan sejumlah aktivis perempuan dalam pembukaan Konferensi nasional pemulihan korban yang berjudul: Memastikan Tanggungjawab Negara untuk Memenuhi Hak Korban dalam Proses Pemulihan. Konferensi ini dibuka di kampus Universitas Sumatera Utara di Medan, Senin (26/10/2014).


Perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diwakili asisten deputi perlindungan perempuan dan anak, Rohika Sari menyatakan ada peningkatan jumlah lembaga pelayanan korban yang didirikan pemerintah. Selain itu sudah terjadi mekanisme koordinatif dari pemerintah untuk menangani kekerasan terhadap perempuan.


"Pemerintah sudah mendirikan forum pelayanan korban hingga kabupaten, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak, di tingkat kepolisian sudah dibangun unit pelayanan dan perlindungan perempuan dan anak," ujar Rohika Sari.

Kisah Korban KDRT

Menanggapi hal ini, salah satu korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Siti Roebaedah menyatakan, secara umum para perempuan korban KDRT di desa-desa masih kesulitan dalam mengakses lembaga pelayanan korban yang didirikan pemerintah.

Siti Roebaedah merupakan korban KDRT yang dilakukan suaminya sendiri yang merupakan salah satu pejabat publik di Magelang, Jawa Tengah.


"Ketika melaporkan ke forum layanan korban pemerintah yang berada di bawah pejabat negara di Magelang yang berada di bawah pejabat alias suami saya sendiri, maka ini menjadi sulit. Dan dari laporan ini justru suami saya kemudian melaporkan saya balik soal pencemaran nama baik, melaporkan saya menelantarkan anak dan pencurian di rumah. Sebenarnya ini tidak terbukti, namun karena suami saya pejabat maka saat ini saya dikenai pasal pencemaran nama baik."


Kasus pencemaran nama baik memang banyak terjadi justru ketika para korban berani untuk berbicara.


Siti Roebaedah menyatakan, sejak melaporkan suaminya, ia lalu diamankan di rumah aman di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun ketika pelakunya masih berkeliaran, hal ini menjadikan kesulitan bagi korban karena korban sering diteror. Dan ketika ia berada di rumah aman inilah justru saat itulah anaknya diambil oleh suaminya.


"Saya berharap penanganan korban juga memperhatikan ini. Saat ini anak saya diambil. Saya sebagai korban hanya ingin hidup tenang karena kondisi para korban yang biasanya hidup tidak menentu. Saya tidak bisa membayangkan jika korbannya adalah perempuan desa yang tidak punya akses?" tanya Siti Roebaedah.


Korban lain yang hadir dalam konferensi ini adalah Christina Sumarmiati yang merupakan korban peristiwa 65. Sumarmiati kemudian dipenjara. Hingga kini ia masih menerima diskriminasi dan stigma buruk.


"Saya selalu berpikir mengapa kondisi saya seperti ini? Saya hanya bisa berdoa dan pasrah kepada Tuhan."


Data Komnas Perempuan menyebut hingga tahun 2014 jumlah kekerasan terhadap perempuan mencapai 293.220 kasus.


Ketua Komnas Perempuan, Azriana menyatakan konferensi ini harus memperbaiki paradigma dalam jangka panjang termasuk pemerintah dan semua pihak yang melibatkan para korban.


"Konferensi ini akan mengeluarkan solusi soal pemulihan bagi para perempuan korban. Karena korban kekerasan tidak bisa diselesaikan parsial."


Konferensi ini akan dilakukan di Medan dari 26-28 Oktober 2015 mendatang.




Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • komnas perempuan
  • KDRT
  • LPSK
  • korban kekerasan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!