NASIONAL

Saksi Kasus Paniai: Anggota Koramil Arahkan Senjata secara Datar ke Massa

"Sejumlah anggota Koramil mengambil senjata laras panjang SS1 dan F16 untuk menghalau massa."

Saksi Kasus Paniai: Anggota Koramil Arahkan Senjata Secara Datar ke Massa
Sidang perdana Pelanggaran HAM Berat Paniai digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel, (21/9/2022). (Foto: KBR/Nurdin Amir)

KBR, Makassar– Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi dalam sidang lanjutan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai, di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 28 September 2022.

Terdakwa dalam perkara ini ialah Mayor Inf (purn) Isak Sattu, bekas Perwira Penghubung Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.

Para saksi yang dihadirkan berasal dari aparat kepolisian, yakni Briptu Andi Richo Amir, Briptu Abner O. Windesi, Bripka Riddo Bagaray dan Aipda Haile S.T. Wambrauw.

Dalam keterangannya, saksi menceritakan terkait peristiwa Paniai yang menewaskan empat orang pemuda, dan menyebabkan 21 orang luka-luka.

Saksi Andi Richo Amir mengatakan peristiwa Paniai terjadi pada Senin, 8 Desember 2014 sekitar pukul 8 pagi. Saat kejadian, Richo sedang memanaskan mobil di area Koramil Paniai.

Tak lama sekitar 100 orang menggelar aksi di depan Koramil Paniai, sembari melempar batu dan panah. Mereka memprotes menuntut keadilan atas peristiwa pemukulan warga pada malam sebelumnya

"Mukanya dilumuri dengan lumpur sambil berteriak bertanggung jawab. Masyarakat minta tanggung jawab dari Tentara (TNI) bahasanya begitu. Tentara cuma bilang mundur-mundur. Tapi, mereka tetap melakukan pelemparan baru dan panah ke kantor koramil. Sehingga di situ panah menancap di dinding-dinding koramil, kaca yang dilempari sampai rubuh," ujar Richo saat menyampaikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, (28/09/22).

Cabut Pisau dan Tikam

Richo menjelaskan saat terjadi pelemparan, anggota Koramil Paniai meminta kepada massa untuk mundur, dan minta petunjuk langsung ke pabung (perwira penghubung) yang saat itu ada di lokasi kejadian, dan akhirnya terjadi penembakan.

Meski Richo mengaku tak mengetahui pasti ada perintah langsung untuk melakukan penembakan ke arah massa. Namun, sejumlah anggota Koramil mengambil senjata laras panjang SS1 dan F16 untuk menghalau massa.

"Siap. Izin, tembakan pertama itu dengan peringatan ke arah atas semua. Tapi, pada saat massa ribut, naik di pagar sampai mau masuk ke dalam halaman. Tinggal lompat saja. Jadi anggota TNI mengatakan turun-turun. Tapi, mereka tidak mau. Tetap ribut dan manjat pagar. Akhirnya salah satu di situ yang saya lihat langsung yaitu Gatot sebagai anggota Propam Divisi Provost dia mengarahkan senjata datar," terang Richo.

"Ada satu (korban) di depan pagar. Identitasnya tidak tahu, yang jelas masyarakat,” tambahnya.

Karena sudah jatuh korban, massa mulai mundur. Namun, anggota Koramil tetap melakukan pengejaran dan terjadi aksi penganiayaan.

"Saya ikut Pak Jusman anggota koramil. Saya ikuti dia karena saya mau ikut keluar. Saya berdiri dekat dengan dia, tidak sampai satu meter jarak saya dengan dia. Yang bersangkutan dapat masyarakat di situ dia cabut pisau dari belakang, lalu dia tikam depannya,” tambahnya.

Dalam keterangannya, Richo mengaku melihat langsung ada dua korban yang mengalami luka tembak, dan satu luka tusuk saat terjadi peristiwa pelanggaran HAM Berat di Paniai.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Tragedi Paniai
  • HAM
  • Papua
  • Paniai
  • Sidang Kasus Paniai
  • Isak Sattu
  • TNI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!