HEADLINE

YLKI: Pemerintah Tak Belajar dari Pengalaman Data Pribadi Bocor

YLKI: Pemerintah Tak Belajar dari Pengalaman Data Pribadi Bocor

KBR, Jakarta - Kebocoran data pribadi 1,3 juta pengguna Kartu Kewaspadaan Kesehatan atau e-HAC, merupakan bentuk kelalaian pemerintah dalam mengelola data privasi publik.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah, untuk menyelamatkan data pribadi yang bocor. Sekaligus memperbaiki sistem perlindungan data menjadi lebih kuat.

Tulus menyebut, pemerintah seolah tidak pernah belajar dari kasus kebocoran data pribadi sebelumnya, baik yang terjadi di lembaga pemerintah ataupun swasta.

“Jangan menunggu laporan dari masyarakat, tetapi harus ada proaktif dari pemerintah untuk bagaimana menyelamatkan data pribadi tersebut. Nah, pemerintah harus secara cepat menginvestigasi, dari 1,3 juta ini berapa juta yang bocor dan disalahgunakan atau diperuntukan untuk apa. Jadi harus cepat sekali, jangan sampai menunggu ‘bola’ dari konsumen, dari masyarakat, nanti terburu-buru oleh tindakan yang lebih cepat dari mereka untuk menyalahgunakan data pribadi tersebut,” kata Tulus saat dihubungi KBR, Rabu (01/09/2021).

Baca juga: Kemenkes: Kebocoran Data dari e-HAC Versi Lawas

Baca juga: Lindungi Pesertanya, BPJS Terapkan Keamanan Data Berlapis

Tulus juga mengingatkan, masyarakat harus berhati-hati dalam menggunakan aplikasi elektronik. Sebagai pengguna, masyarakat harus mulai mencari tahu latar belakang dari aplikasi yang digunakan, misalnya terkait perusahaan pengelolanya, negara pembuat aplikasinya, dan lokasi server yang digunakan. "Hal itu penting, karena kalau tidak maka data pengguna dapat dengan mudah disalahgunakan. Misalnya melalui modus pencurian data transaksi untuk membobol rekening perbankan nasabah," ujarnya.

Editor: Fadli Gaper

  • e-HAC
  • Data Pribadi
  • Data Bocor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!