HEADLINE

Napi Narkoba Dominasi Lapas, UU Narkotika Perlu Direvisi

"Napi Narkoba mewakili jumlah terbanyak dari 50 persen over kapasitas di seluruh Lapas di Indonesia."

Resky Novianto, Fachri Iman

Jumlah Napi Narkoba Dominasi Lapas
Ilustrasi pecandu Narkoba. (Foto: bnn.go.id)

KBR, Jakarta - Lembaga Pemantau Hukum Indonesia atau Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyarankan pemerintah untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang Narkotika.

Manajer Program ICJR, Maidina Rahmawati menilai, undang-undang narkotika telah gagal melihat perbedaan antara pengguna, pecandu dan pengedar Narkoba dalam menjatuhkan hukuman pidana.

Itu pula yang akhirnya menyebabkan 30.000 lebih pengguna Narkoba dikategorikan sebagai bandar Narkoba dan dijebloskan ke penjara.

Akibatnya, menurut Maidina, ledakan jumlah tahanan terjadi dan berdampak pada kelebihan kapasitas pada sebagian besar Lapas di Indonesia.

“Itu bisa dimungkinkan untuk diberikan mekanisme alternatif lain selain dengan pidana penjara bagi pengguna narkotika. Itu yang menjadi satu catatan yang mendasar hal yang paling jadi masalah yaitu reformasi kebijakan natrkotika. Nah, di satu sisi ini juga menjadi pr mendasar gitu, bahwa kebijakan peradilan pidana Indonesia, hukum pidana di Indonesia, masih sangat berorientasi pada pidana penjara, masih bergantung dengan penggunaan pidana penjara dan sifatnya cukup over,” kata Maidina saat dihubungi KBR, Rabu (8/9/2021).

Maidina menambahkan, para pengguna narkoba ringan lebih baik diberikan skema rehabilitasi ketimbang hukuman penjara. Pasalnya, Maidina mencatat, 50 persen penghuni rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia terjerat tindak pidana narkoba.

Namun, Maidina mengatakan, mekanisme rehabilitasi yang dimaksud tidak selamanya menggunakan pendekatan kelembagaan. Sebab menurutnya, hal itu justru akan memindahkan kepadatan dari lapas ke lembaga rehabilitasi.

Ia menyarankan agar pemerintah dapat membangun mekanisme rehabilitasi dengan melibatkan fasilitas layanan kesehatan hingga ke tingkat puskesmas, termasuk menggunakan mekanisme rawat jalan bagi para pengguna narkoba ringan.

Narapidana Kasus Narkoba Mendominasi

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly pun mengakui Lapas Kelas I Tangerang, Banten, kelebihan kapasitas. Namun menurutnya, kelebihan kapasitas di Lapas merupakan masalah klasik. Kata dia, tindak pidana narkotika menjadi penyumbang terbanyak narapidana di Lapas.

Yasonna Laoly mengatakan over kapasitas Lapas menjadi masalah klasik yang sulit ditangani.

Baca juga: Lapas Tangerang Terbakar, Menkumham: Kelebihan Kapasitas Jadi Masalah Klasik

Baca juga: Kebakaran Lapas Tangerang, 41 Tewas

Ia menyebut pembangunan Lapas baru membutuhkan biaya yang besar, sedangkan redistribusi narapidana sudah kerap dilakukan. Hal ini disampaikan Yasonna dalam menanggapi over kapasitas Lapas Kelas I Tangerang yang terbakar dan merenggut korban jiwa 41 orang.

"Tidak mungkin membangun Lapas, dengan kecepatan perkembangan pertumbuhan kejahatan narkotika, karena membangun lapas bukan harga yang murah. Tidak seperti membangun rumah. Harus temboknya padat, ada sel-nya. Satu lapas yang (daya tampung) 1.000 (napi) itu Rp 100 miliar lebih (biayanya). Kami menggeser redistribusi, dari lapas padat ke lapas yang kurang padat. tapi itu pun sudah dilakukan, berkali-kali redistribusi di beberapa tempat akhirnya padam (terhenti)," ucap Yasonna dalam konferensi pers daring di kantornya, Rabu (8/9/2021).

Menurut Yasonna, saat ini lebih dari 50 persen kapasitas lapas, dihuni narapidana kasus pembunuhan, terorisme, dan narkotika. Napi narkotika, kata dia, mewakili jumlah terbanyak dari 50 persen over kapasitas di seluruh lapas di Indonesia.

Editor: Fadli Gaper

  • ICJR
  • Kebakaran Lapas Tangerang
  • Lapas Tangerang
  • Narkoba
  • KemenkumHAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!