HEADLINE

DPR Soroti Data Pribadi Bocor

"Dasco berharap, nantinya UU Perlindungan Data Pribadi dapat mencegah kebocoran data seperti yang sudah terjadi beberapa kali di Indonesia."

DPR Soroti Data Pribadi Bocor
Ilustrasi perlindungan data pribadi. (Foto: Shutterstock)

KBR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai perlunya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan. Hal ini menanggapi terjadinya kebocoran data pribadi pada aplikasi Kartu Kewaspadaan Kesehatan (eHAC) milik Kementerian Kesehatan.

Dasco berharap, nantinya UU Perlindungan Data Pribadi dapat mencegah kebocoran data seperti yang sudah terjadi beberapa kali di Indonesia.

"Kembali lagi kita sudah memerlukan undang-undang perlindungan data pribadi. Ini masih dibahas dan masih terjadi komunikasi yang intens antara komisi 1 dan kominfo dalam rangka merealisasikan UU PDP. Mudah mudahan kalau sudah ada, kebocoran-kebocoran seperti data pribadi beberapa waktu lalu dan yang terakhir ini yang di bandara bisa dioptimalisasi," kata Dasco di kompleks parlemen (1/9/21).

Sementara itu, anggota Komisi Pertahanan DPR RI, M. Farhan, mendorong dibentuknya lembaga independen untuk mengurusi perlindungan data pribadi, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.

Ia mengakui usulan ini tak mungkin bisa maksimal dalam waktu cepat, sehingga menurut dia lembaga tersebut bisa sementara dibentuk di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika agar bisa bergerak cepat terkait perlindungan data.

"Minimal sekuat KPK secara politik, minimal sekuat OJK secara anggaran. Can we do that ? If we can, lets go. Di sisi lain sudah sedarurat apakah kebocoran data pribadi? Darurat banget. Makanya kita butuh lembaga yang bisa langsung kerja. Hari ini ketok undang-undang, besok kerja," kata Farhan saat diskusi daring (31/8/21).

Tanggung Jawab Siapa?

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto mengatakan, masalah keamanan data masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Pasalnya, beban tanggung jawab keamanan siber ini menjadi ranah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Menurutnya, beban kerja BSSN sangat berat. Maka, kata Henri, dibutuhkan undang-undang baru yang secara eksplisit mengatur soal perlindungan data pribadi warga negara.

"Perpres 28 Tahun 2017 pendirian BSSN, persoalan keamanan siber itu bukan tanggung jawabnya Kominfo, (tapi) tanggung jawabnya BSSN. Sayangnya, anggaran BSSN (kecil) cuma segitu. Ini persoalan yang agak cukup besar. Makannya memang dibutuhkan Undang-Undang yang baru, yaitu Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)," ujar Henri dalam diskusi Dialektika Demokrasi DPR yang bertajuk “Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2021).

Henri mengatakan, bila mengacu dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 15 itu disebutkan, penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal, aman, serta bertanggung jawab.

Baca juga: YLKI: Pemerintah Tak Belajar dari Pengalaman Data Pribadi Bocor

Baca juga: Lindungi Pesertanya, BPJS Terapkan Keamanan Data Berlapis

Menurutnya, faktor kebocoran data bisa disebabkan serangan siber hingga faktor kesalahan manusia atau human error.

Lebih lanjut, ia menambahkan, berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia mengalami peningkatan serangan siber 5 kali lipat sejak tahun 2019 hingga 2021. Yang diserang pun bukan hanya instansi swasta tapi juga pemerintah.

"Ada jutaan serangan setiap hari bisa sampai 3 juta serangan, yang namanya malware, trojan dan virus lainnya, termasuk juga pencurian data,” pungkasnya.

Editor: Fadli Gaper

  • eHAC
  • data bocor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!