BERITA

Pilkada Serentak, Ini Alasan Tito Tidak Menunda

Pilkada Serentak, Ini Alasan Tito Tidak Menunda

KBR, Jakarta- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan alasan pilkada tidak ditunda pelaksanaannya. Ia menjelaskan bahwa tidak ada jaminan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir meskipun pilkada telah ditunda penyelenggaraannya.

Eks-Kapolri ini pun menyebut penyelenggara pilkada akan mendorong bapaslon menggunakan alat peraga utama kampanye berupa masker, perisai muka, sabun maupun cairan penyanitasi tangan yang dapat mencegah penularan Covid-19.

"Untuk melaksanakan pilkada sesegera mungkin, bukan sesegera mungkin. Di tahun 2020, ini menjadi opsi pada saat ditentukan bulan Mei kalau saya tidak salah. Di samping itu kita juga melihat praktik di beberapa negara lain juga melaksanakan, seperti Korea Selatan negara kedua setelah Cina yang mengalami pandemi," ungkap Tito dalam webinar melalui laman YouTube resmi KSDI yang bertajuk 'Strategi Menurunkan Covid-19, Menaikkan Ekonomi' pada Minggu, (20/9/2020).

Mendagri Tito Karnavian menambahkan, kegiatan yang menciptakan kerumunan sosial harus dibatasi jumlah orangnya semaksimal mungkin. Tito bahkan mengatakan tidak menyetujui adanya rapat umum, konser musik sehingga   telah berkorespondensi dengan KPU atas keberatannya tersebut.

Namun demikian Tito menyebut bahwa tidak fair apabila semua kerumunan dalam kegiatan Pilkada dibatasi. Ia berpandangan hal itu akan menguntungkan bapaslon petahana yang sudah populer di masyarakat.

"Saya sebagai Mendagri mengusulkan 50 orang dengan prinsip jaga jarak. Sambil mendorong kampanye daring. Kampanye daring itu bisa menjangkau ratusan ribu orang, apalagi live streaming. Konser daring pun boleh," imbuhnya.

Lebih lanjut Menteri Tito mengatakan   tidak menutup kemungkinan ada daerah-daerah yang sulit mengakses internet. Namun ia menyebut ada media nasional milik pemerintah yang dapat menjangkau ke daerah-daerah tersebut.

Selain itu, apabila daerah tersebut berstatus zona hijau maka akan lebih mudah mendapat perizinan Satgas Covid-19 daerah setempat.

"Tapi butuh regulasi, regulasi untuk mencegah kerumunan sosial, untuk mendorong mewajibkan calon kepala daerah ini dan tim suksesnya kampanye masif, membuat masker masif, sabun masif, dengan nama pasangan calon,"

Tito menjelaskan bahwa ada dua mekanisme regulasi yang dapat ditempuh penyelenggara pilkada, yakni regulasi berupa PKPU. Namun, kata Tito, PKPU terkunci dengan UU Nomor 10/2016 terkait tata cara kampanye yang membolehkan rapat umum. Ia pun meminta agar peserta rapat umum dibatasi maksimal 50 orang.

Selain itu, regulasi yang mungkin ditempuh ialah menerbitkan perpu khusus terkait penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19 atau bila perlu perpu khusus Covid-19 yang mengatur secara umum. Perpu itu, kata Tito, harus mengatur pencegahan, dan penanganan protokol kesehatan Covid-19 seperti 3T dan 3M.

"Perda-perda yang ada dari 34 daerah, kita dorong untuk membuat kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Hanya dua daerah yang baru membuat perda itu, yaitu NTB dan Sumatera Barat. Daerah lain baru Pergub. Pergub itu sebenernya sanksinya administrasi kalau pidana itu diatur di Perda," ucap Tito dalam forum yang sama.

Oleh karena itu, ia menyebut perlu adanya penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian yang didukung oleh TNI dan Satpol PP. Ia beralasan, TNI dan Polri memiliki jejaring dan power sehingga perlu dilibatkan dalam penegakan hukum pelanggaran pilkada terkait kepatuhan protokol Covid-19.

Editor: Rony Sitanggang

  • bawaslu
  • pilkada
  • pilkada serentak 2020
  • pemilu
  • COVID-19
  • Mendagri
  • pandemi covid-19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!