BERITA

YLBHI: Para Petani Digebuk, Dihajar, dan Disiksa

""Sementara para penyiksanya tak satu pun diperkarakan.""

YLBHI: Para Petani Digebuk, Dihajar, dan Disiksa
Bentrokan konflik lahan antara aparat TNI dan warga Desa Brecong, Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (11/9/2019).

KBR, Jakarta-   Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menuntut pemerintah agar memperhatikan dan melindungi hak-hak petani di momen peringatan Hari Tani Nasional ini (24/9/2019), 

"Hari tani harusnya adalah hari di mana para petani bersuka cita atas kesejahteraan dan berkat melimpah dari hasil panen mereka. Tapi di negeri ini, para petani justru digebuk, dihajar, dan disiksa," kata YLBHI dalam rilis yang diterima KBR, Selasa (24/9/2019).

"Aparat keamanan menghajar dan menyiksa ratusan petani Serikat Mandiri Batanghari (SMB) dan menghancurkan rumah-rumah dan tanah pertanian mereka. Sampai sekarang, 59 petani SMB masih meringkuk di penjara. Sementara para penyiksanya tak satu pun diperkarakan," kata YLBHI.

"Para petani Urutsewu di Kebumen dihajar tentara saat memprotes penguasaan lahan oleh TNI AD. Sementara di Pasuruan, petani bagai hidup dalam teror karena tiap saat menanggung resiko tertembak tentara yang sedang latihan di atas lahan mereka," lanjutnya.

Selain didera masalah konflik lahan, kelompok-kelompok petani di berbagai wilayah juga banyak menghadapi masalah karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Masyarakat di Riau, Jambi, Sumsel, Kalteng, Kaltim dipaksa mati pelan-pelan karena pembakaran hutan oleh pengusaha-pengusaha perkebunan besar. Para peladang tradisional menjadi kambing hitam, dikriminalkan dan ditangkap atas tuduhan membakar ladang, menutupi kejahatan pengusaha perkebunan dan kehutanan pembakar lahan, kata YLBHI.


Pemerintah Lebih Bela Investor

Menurut YLBHI, pelanggaran hak-hak petani terjadi karena masih maraknya praktik korupsi lahan. Pemerintah juga dinilai lebih suka membela investor ketimbang masyarakat ekonomi lemah.

"Pemujaan terhadap investor secara terang benderang terlihat dalam RUU Pertanahan. Sebagian besar pasal dalam RUU Pertanahan bermakna kemudahan investasi bagi pemilik modal, tak peduli pasal-pasalnya melindas Konstitusi, UU Pokok Agraria (PA), dan TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam," kata YLBHI.

Karena itu, YLBHI bersama 16 LBH dari berbagai wilayah Indonesia mengingatkan pemerintah untuk kembali melaksanakan amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi:

“Bumi, air, dan seluruh kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Gabungan LBH se-Indonesia ini juga menuntut pemerintah agar:

    <li>Menolak semua perundang-undangan paket investasi yang mengancam kehidupan rakyat, seperti RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Ketenagakerjaan, RUU Perkoperasian, dan RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.</li>
    
    <li>Membatalkan UU KPK yang baru direvisi, dan menolak RUU Pemasyarakatan.</li>
    
    <li>Mencabut semua perizinan dan Hak Guna Usaha (HGU) yang menimbulkan krisis kehidupan.</li>
    
    <li>Mengembalikan tanah-tanah petani penggarap dan wilayah masyarakat adat yang dirampas korporasi.</li>
    
    <li>Menghentikan segala bentuk penyelewengan Reforma Agraria dan menjalankan Reforma Agraria sejati.</li></ul>
    

    Terakhir, YLBHI menuntut pemerintah menyetop kriminalisasi terhadap petani dan masyarakat adat. "Bebaskan mereka yang dipenjara," tegas YLBHI.

    Editor: Rony Sitanggang

  • konflik lahan
  • konflik agraria
  • sengketa lahan
  • petani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!