KBR, Jakarta - Juru bicara Polda Metro Jaya Argo Yuwono mempersilakan kuasa hukum mahasiswa Papua tersangka makar untuk mengajukan keberatan lewat sidang praperadilan.
Namun, Argo Yuwono yakin kegiatan perencanaan atau pendesakan referendum yang dilakukan enam mahasiswa Papua itu sudah tergolong tindakan makar.
Argo mengklaim kepolisian sudah memeriksa semua dokumen dan sudah meminta keterangan ahli pidana terkait tuduhan makar tersebut.
"Tersangka Surya Anta ditanya, mau jadi apa? 'Saya mau jadi Presiden Papua', ngomong gitu dia waktu pemeriksaan. Dengan dokumen-dokumen yang didapatkan, ya itu sudah jelas (makar)," kata Argo di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jumat (20/9/2019).
Baca Juga: Para Pengibar Bendera yang Dikerangkeng
Polisi Klaim Perlakukan Tersangka Makar dengan Baik
Selain mempersilakan sidang praperadilan, juru bicara Polda Metro Jaya Argo Yuwono mengklaim kepolisian sudah memberi perlakuan baik kepada para mahasiswa Papua tersangka makar.
Argo mengklaim mereka ditahan di sel berukuran 7x5 meter dengan ventilasi udara. Mereka juga diberi berbagai fasilitas.
"Di sana (ruang tahanan) ada kasurnya, kemudian ada bukunya, di dalam ada toiletnya. Buku Al Kitab juga dikasih sama penyidik, buku bacaan juga boleh dibaca, sampai merokok pun dikasih. Misalnya dia pengen merokok di jam besuk, dia keluar, boleh, ditungguin sama anggota," kata Argo, Jumat (20/9/2019).
Argo membantah tuduhan bahwa polisi sudah mempersulit kunjungan keluarga tersangka. Namun, ia menyebut prosedur kunjungan tahanan kasus makar memang lebih ketat.
Argo menyebut kunjungan hanya dibolehkan pada hari Selasa pukul 10.00-14.00, serta hari Jumat pukul 12.00-16.00.
Sebelumnya, Tim Advokasi Papua mengadukan Polda Metro Jaya ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Polda Metro Jaya dinilai melanggar prosedur dengan menghalang-halangi akses bantuan hukum untuk para tersangka, serta belum melengkapi surat penahanan.
"Dari keenam aktivis ini belum semuanya diberikan surat penahanan. Baru ada sebagian. Keluarga (aktivis) belum mendapat surat penahanan, yang mana hal itu merupakan hak keluarga, dan kuasa hukum juga tidak diberikan sama sekali. Oleh karenanya, kami hari ini melaporkan dugaan-dugaan (pelanggaran prosedur) yang terjadi selama proses penangkapan, penahanan, dan penyidikan kepada Kompolnas," kata anggota Tim Advokasi Papua Oky Wiratama di kantor Kompolnas, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Editor: Agus Luqman