BERITA

Pengamat: Revisi UU KPK Berpotensi Langgar Hukum

Pengamat: Revisi UU KPK Berpotensi Langgar Hukum
Warga di Solo, Jawa Tengah mewarnai aspal jalan dengan kapur bertuliskan SAVEKPK. Aksi tersebut sebagai bentuk apresiasi dukungan kepada KPK, sekaligus penolakan terhadap draf revisi Undang-Undang KPK. (Foto: Antara/Maulana Surya)

KBR, Jakarta - Proses pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan DPR berpotensi melanggar hukum.

Menurut Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril pelanggaran hukum yang dimaksud yaitu proses Revisi UU KPK, yang tidak melalui Program Legislasi Nasional (Proglegnas).

Pukat UGM juga menyarankan pemerintah untuk tidak membahas lebih lanjut revisi RUU KPK ini, karena rentan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, jika disahkan dengan cara melanggar prosedur.

“Kalau tetap memaksakan mekanisme yang demikian maka berpotensi melanggar prosedur. Karena dalam perencanaan perundang-undangan harus melalui program legislasi nasional (Proglegnas),” kata Oce Madril kepada KBR, di Jakarta, Senin (9/9/2019).

Oce Madril menambahkan, isi materi revisi UU KPK juga bermasalah, berpotensi menghambat pemberantasan korupsi, berpotensi melanggar putusan mahkamah konstitusi, dan berpotensi melanggar Tap MPR, termasuk irisan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Pukat UGM berharap pemerintah punya komitmen memperkuat KPK, pemberantasan korupsi dan konsisten dengan sikap menolak revisi Undang-Undang KPK.

DPR Bantah Revisi UU KPK Lemahkan Kinerja KPK


Sementara salah seorang inisiator revisi UU KPK, Masinton Pasaribu membantah jika revisi UU KPK ini akan melemahkan kinerja lembaga antirasuah tersebut.

Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu, dengan revisi Undang-Undang KPK, DPR malah menambahkan kewenangan KPK.

"Tidak ada disana satupun kewenangan KPK dipreteli yang ada malah ditambahkan. Ditambahkan, KPK diberi kewenangan mengeksekusi putusan hakim dan penetapan peradilan," kata Masinton saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Masinton yang juga anggota Komisi Hukum DPR menyebut revisi UU KPK menjadi hak politik DPR sebagai lembaga legislasi, sehingga tidak mempermasalahkan masukan-masukan dari masyarakat.

Ia juga optimistis Presiden Jokowi akan menyetujui revisi UU KPK itu.

Oposisi Balik Dukung Revisi UU KPK


Sedangkan Partai oposisi, Gerindra yang sebelumnya menolak revisi UU KPK, kini malah mendukung revisi Undang-Undang yang dapat melemahkan kewenangan lembaga penegak korupsi di Indonesia itu.

Anggota Dewan Penasihat Pusat Partai Gerindra Raden Muhammad Syafii menyebut alasan Gerindra menyetujui revisi UU KPK, karena Gerindra menilai perlu adanya penyempurnaan, agar KPK berjalan sepenuhnya mengikuti perundang-undangan.

"Bahwa sekarang kinerja KPK itu melulu OTT toh. Dan enggak ada yang tahu anda sudah disadap apa belum, karena putusan MK yang menyatakan penyadapan harus diatur dalam mekanisme undang-undang, itu tidak dipatuhi KPK. KPK melakukan penyadapan dengan mekanisme internal dia. Nah inilah yang ingin kita buat di undang-undang kpk yang baru, tentang penyadapan resmi di atur dalam UU KPK," kata Syafii di Gedung DPR RI.

Anggota komisi yang membidangi hukum DPR dari Partai Gerindra, Syafii menambahkan, kesepakatan untuk merevisi Undang-Undang KPK menjadi kesepakatan semua fraksi di DPR, yang diketahui KPK.

"Sehingga menjadi aneh jika KPK dan publik menolak peraturan tersebut," tambahnya.

Editor: Kurniati Syahdan

  • Prolegnas
  • Pukat UGM
  • DPR
  • Revisi UU KPK
  • KPK
  • Partai Gerindra
  • PDIP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!