BERITA

Mengintip Isi Draf Revisi UU KPK

Mengintip Isi Draf Revisi UU KPK

KBR, Jakarta - Revisi UU KPK bisa menjegal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu terbaca dalam hasil kajian internal KPK terhadap draf revisi UU KPK yang diterima KBR, Selasa (10/9/2019).

Sebelumnya, rencana revisi UU KPK disepakati secara tiba-tiba oleh DPR dalam Rapat Paripurna di Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Sejumlah anggota DPR mengklaim revisi ini dilakukan demi perbaikan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Tapi menurut kajian KPK, draf revisi UU tersebut malah berisi pasal-pasal yang bisa mengganggu independensi, melemahkan wewenang, serta mempersempit ruang gerak KPK. Berikut paparan singkatnya:


1. KPK Dikendalikan Dewan Pengawas

Draf revisi UU KPK mengatur bahwa KPK harus diawasi Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR dan Presiden. 

"Artinya, Penyelidik dan Penyidik dalam melakukan fungsinya sangat bergantung pada Dewan Pengawas, yang dipilih DPR dan Presiden," jelas KPK dalam dokumen kajiannya.

Dengan aturan itu, KPK tidak lagi bisa bekerja secara independen, sebagaimana dirumuskan dalam standar United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia.


2. Tidak Boleh Rekrut Penyelidik Independen 

Selama ini KPK melakukan penyelidikan dengan merekrut pegawai-pegawai independen dari berbagai latar belakang keahlian.

Namun, draf revisi UU KPK mengatur bahwa Penyelidik kasus korupsi hanya boleh berasal dari kalangan kepolisian.

"Selain membuat Penyelidik tidak punya kapasitas beragam dengan hanya merekrut dari kepolisian, tidak akan adanya Penyelidik independen," jelas KPK.


3. Penyidik Independen Dihapuskan

Draf revisi UU KPK juga mengatur bahwa Penyidik harus berasal dari kalangan kepolisian dan kejaksaan.

"Artinya dihapuskan keberadaan Penyidik Independen. Padahal Penyidik Independen selaras dengan tujuan hadirnya KPK, untuk membenahi serta mendorong institusi lain agar lebih optimal, sehingga dibutuhkan Penyidik yang tidak memiliki konflik kepentingan," jelas KPK.


4. Ruang Gerak Dipersempit

Selain menyunat kewenangan dan independensi, draf revisi UU KPK juga berisi pasal-pasal yang mempersempit ruang gerak KPK.

Semisal, KPK hanya dibolehkan menangani kasus korupsi yang diatur terbatas dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). KPK juga tidak lagi dibolehkan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).


Tolak Revisi UU KPK

Tak hanya dikritik oleh KPK, draf revisi UU ini juga ditolak berbagai organisasi masyarakat dan lembaga penggiat antikorupsi.

Penolakan itu salah satunya datang dari Transparency International (TI), organisasi antikorupsi global yang berkantor pusat di Berlin, Jerman.

"Jika disetujui pemerintah, revisi tersebut dapat membahayakan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan merusak perjuangan melawan korupsi," tegas Ketua TI Delia Ferreira Rubio dalam rilisnya, Selasa (10/9/2019).

Karena itu, TI dan berbagai lembaga antikorupsi lain beramai-ramai mendesak pemerintah agar membatalkan revisi UU KPK.

Menurut mereka, Presiden bisa membatalkan "upaya pelemahan" tersebut dengan cara tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR.

Editor: Agus Luqman

  • Revisi UU KPK
  • KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!