BERITA

Jokowi Setuju UU KPK Direvisi

Jokowi Setuju UU KPK Direvisi

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyetujui revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) inisiatif DPR.

Jokowi mengatakan, saat ini ia tengah memelajari daftar inventaris masalah (DIM) hasil kajian Kementerian Hukum dan HAM. DIM itu baru diterimanya Selasa malam (10/09/2019).

Selepas itu, Jokowi bakal mengirim surat presiden atau supres ke DPR untuk mulai membahas RUU tersebut. Politikus PDI Perjuangan ini berjanji akan menyortir pasal-pasal yang melemahkan KPK.

"Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu, sehingga independensi KPK menjadi terganggu. Intinya ke sana. Nanti satu per satu kita pelajari, putusin, dan saya sampaikan. Kenapa ini iya, kenapa ini tidak. Karena tentu saja ada yang setuju, ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," kata Jokowi usai membuka konferensi ke-37 Asosiasi Insinyur se-ASEAN di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/09/2019).

Jokowi mengklaim telah meminta pertimbangan para menteri dan pakar terkait RUU KPK. 

"Sejak Senin kita rapat maraton, minta pendapat para pakar, kementerian. Membahas semuanya secara detail," ungkap eks-Gubernur DKI Jakarta ini

Jokowi berjanji bakal transparan ke publik terkait proses revisi UU KPK. Jokowi juga akan menjelaskan secara rinci usulan perubahan yang diinginkan pemerintah.

"Nanti saya sampaikan materi-materi apa yang perlu direvisi," imbuhnya. 

Terkait target pengesahan RUU KPK, Jokowi mengatakan itu urusan DPR.

Pemerintah sepakati separuh usulan revisi

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut pemerintah menyetujui separuh dari enam poin krusial revisi UU KPK yang diusulkan dewan.

Tiga poin tersebut antara lain soal pembentukan Dewan Pengawas KPK, aturan soal penyadapan dan kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3). Kalla mengklaim pemerintah tak punya niat  melumpuhkan KPK. 

"Secara prinsip perlu perbaikan-perbaikan. Contohnya tadi itu pengawasan, penyadapan dan juga sama OTT. Jangan modalnya OTT tapi tidak jelas," tutur Kalla di kantornya, Selasa (10/09/2019).

Kalla mengatakan keberhasilan KPK selama ini patut diacungi jempol. Namun, di lain sisi, Kalla menyoroti sejumlah kasus yang bermasalah, seperti penetapan bekas Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino dalam kasus dugaan suap pengadaan Quay Container Crane (QCC).

Perkara ini menggantung sejak 2015 silam, tetapi status tersangka RJ Lino belum dicabut. Karena itulah, Kalla mendukung KPK diberi kewenangan SP3.

"RJ Lino lima tahun (tersangka) mana buktinya? Sofyan Basir (eks-Dirut PLN) juga. Kita lihatlah prosesnya," tutur politikus senior Partai Golkar ini. 

Kalla berujar sepak terjang KPK selama ini juga punya dampak buruk, yakni membuat pejabat pemerintah ragu-ragu mengambil keputusan lantaran takut terciduk. 

"Bahkan saat ini bukan hati-hati tapi (pejabat) cenderung takut mengambil keputusan. Inikan menyebabkan masalah di sistem kita," tutur Kalla. 

KPK yang dianggap terlalu condong ke penindakan ini juga beberapa kali dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo. Saat pidato kenegaraan jelang HUT RI ke-74 di DPR/MPR, Jokowi menyebut keberhasilan penegakan hukum tak diukur dari jumlah kasus yang ditangani.

"Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan," tutur Jokowi di gedung Parlemen, Jumat (16/08/2019). 

Editor: Ninik Yuniati

  • jokowi
  • jusuf kalla
  • kpk
  • pemberantasan korupsi
  • dpr
  • uu kpk
  • revisi uu kpk

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!