BERITA

Istana Bungkam soal Penambahan 6 Ribu Pasukan ke Papua

Istana Bungkam soal Penambahan 6 Ribu Pasukan ke Papua

KBR, Jakarta - Istana Kepresidenan enggan mengomentari penambahan sekitar 6.000 personil pasukan gabungan TNI-Polri ke Papua dan Papua Barat.

Menurut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar informasi penanganan Papua hanya disampaikan lewat Menko Polhukam Wiranto.

"Mungkin saya enggak bisa jawab dulu, supaya satu pintu. Dari sisi pengerahan kekuatan, dari sisi perkembangan situasi sekarang seperti apa, biar satu pintu saja. Saya membantu dalam konteks membangun komunikasi yang konstruktif menuju kondisi yang stabil. Karena sekarang ini, situasi diperburuk oleh berita-berita hoaks, berita enggak bener, dan seterusnya," kata Moeldoko di kantornya, Senin (2/9/2019).

Moeldoko mencontohkan, salah satu hoaks itu soal enam warga sipil yang tewas dalam kerusuhan di Deiyai, Papua, Rabu lalu (28/8/2019). Moeldoko mengaku sudah memprotes dua media asing yang keliru memberitakan hal tersebut, dan sudah meminta mereka meralat beritanya.

Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya juga enggan berkomentar. Menurutnya, penambahan pasukan adalah kewenangan Polri dan TNI. Ia meyakini penambahan aparat tak akan melukai warga sipil di sana.


Baca Juga:

Penambahan Aparat di Papua akan Memicu Pelanggaran HAM Baru

Demonstrasi di Papua Telan Korban, Cerita Versi Siapa yang Benar? 


KNPB: Pemerintah Indonesia Menutup-nutupi Kerusuhan Papua

Di pihak lain, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menuding bahwa pemerintah Indonesia menutup-nutupi situasi kerusuhan di Papua.

"Saya melihat memang pihak-pihak tersebut bermain untuk menutupi apa yang terjadi di Deiyai (Papua)," kata juru bicara KNPB Ones Suhuniap kepada KBR, Minggu (1/9/2019).

Menurut KNPB, kabar soal adanya warga sipil yang meninggal di Papua bukanlah hoaks. "Sampai saat ini kami mendapat informasi, bahwa itu 8 massa aksi yang ditembak oleh aparat TNI-Polri, dan 8 orang diantaranya meninggal, sementara 16 orang masih dirawat di RSUD," kata Ones.

Ones menilai kekuatan aparat TNI-Polri di Papua sudah berlebihan. Menurutnya, itu tak sepadan dengan jumlah warga Papua yang semakin sedikit. Ia juga memandang keberadaan pasukan TNI-Polri di Papua tidak menjamin situasi kondusif.

"Aparat kepolisian baik TNI maupun Polri hanya menjaga dan melindungi orang non-Papua dan kepentingan kaum borjuis," tandasnya.

Editor: Agus Luqman

  • papua
  • TNI
  • Polri
  • konflik papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!