BERITA

Enam Mahasiswa Papua Ditahan, ICJR: Tak Ada Unsur Pidana

Enam Mahasiswa Papua Ditahan, ICJR: Tak Ada Unsur Pidana

KBR, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tidak ada unsur pidana makar karena mengibarkan Bendera Bintang Kejora, yang menyebabkan enam aktivis mahasiswa Papua ditahan Polisi.

Menurut Peneliti ICJR Maidina Rahmawati, Polisi harus membebaskan aktivis mahasiswa Papua, karena tidak ada dasar kriminal yang bisa memproses pengadilan mahasiswa Papua itu dalam hukum pidana.

"Polisi belum bisa memahami sejarah panjang si asal muasal di kitab undang-undang hukum pidana kita. Jadi konteks makar itu tidak pernah diciptakan untuk usaha-usaha yang sah, demonstrasi ekspresi yang sah. Inti tujuan awalnya adalah mengkriminalisasi si aanslag. Aanslag itu sebuah serangan," kata Maidina Rahmawati pada KBR, Selasa (3/9/2019).

Maidina melanjutkan, jika merujuk pada sejarah kata makar yang berarti serangan, maka untuk dapat ditahan atau dinyatakan bersalah, maka kata makar itu harus ditempelkan pada tindak pidana, misalnya makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, atau makar untuk melakukan penyerangan terhadap Presiden.

Oleh karena itu, penerapan pasal makar oleh Kepolisian pada kasus pengibaran Bendera Bintang Kejora di kasus penahanan 6 aktivis mahasiswa Papua itu tidak tepat.

"Konteksnya kalau pengibaran bendera terjadi apakah ada serangan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah? Nah itulah yang selama ini salah di implementasi di sistem peradilan pidana sekarang," jelas Maidina.

Hati-hati Terapkan Pasal Makar

Sementara Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi yang juga pendamping hukum 6 aktivis mahasiswa Papua tersangka kasus makar, Tigor Hutapea meminta aparat penegak hukum berhati-hati menerapkan pasal makar, hanya karena mengibarkan Bendera Bintang Kejora.

Tigor menyebut, penegak hukum harus bisa membuktikan tindakan yang disangkakan makar tersebut. Jika tak terbukti terdapat unsur-unsur makar pada kasus ini, ia meminta keenam tersangka aktivis mahasiswa itu dibebaskan.

"Polisi harus hati-hati menerapkan pasal ini karena yang dilakukan oleh teman-teman aksinya aksi damai dan tidak merusak atau menyerang simbol-simbol negara dan simbol  aparat keamanan. Dan aksinya juga setelah itu kan selesai, berjalan dengan baik kembali ke tempat masing-masing. Jadi tidak ada suatu ancaman serius ke aparat ataupun negara atas aksi yang mereka lakukan," kata Tigor kepada KBR.

Tigor Hutapea menegaskan, harus ada proses mengancam kedaulatan negara, melibatkan tindak kekerasan dan mengganggu keamanan, jika polisi hendak menerapkan pasal makar dalam kasus aktivis Papua, dan kenyataannya, mahasiswa Papua itu melakukan aksi damai, tanpa kekerasan.

Selain itu, akses komunikasi untuk bantuan hukum kepada 6 aktivis Papua ini dibatasi dan dihalang-halangi.

Sebelumnya, Polisi menangkap delapan aktivis Papua di Depok, Jawa Barat dan Jakarta, terkait pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi damai di depan Istana Negara, akhir Agustus lalu.

Selain penangkapan, polisi juga mendatangi dan melakukan sweeping terhadap asrama dan mahasiswa Papua tanpa alasan yang jelas. 

Editor: Kurniati Syahdan

  • ICJR
  • KUHP
  • Papua
  • Penangkapan Mahasiswa
  • Aktivis Papua
  • Makar
  • Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!