BERITA

Demo Rusuh, Aparat Dibenarkan Pakai Kekerasan?

Demo Rusuh, Aparat Dibenarkan Pakai Kekerasan?
Aparat Polri bentrok dengan mahasiswa saat unjuk rasa tolak RUU bermasalah di Kantor DPRD Jambi, Senin (30/9/2019). (Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan)

KBR, Jakarta- Demonstrasi tolak RUU bermasalah yang terjadi sepekan belakangan kerap berujung rusuh. Aparat kepolisian dituding kerap bertindak represif menghadapi pendemo.

Sampai Kamis lalu (26/9/2019), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sudah menerima 125 aduan terkait masalah tersebut.

"Mayoritas pengaduan mengeluhkan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, yang mengakibatkan luka-luka pada demonstran," ungkap Kontras dalam rilisnya, Kamis (26/9/2019).

Menurut laporan Kontras, rincian tindak kekerasan aparat yang diadukan para pendemo adalah:

    <li>Penganiayaan;</li>
    
    <li>Gas air mata;</li>
    
    <li>Penangkapan;</li>
    
    <li>Peluru karet;</li>
    
    <li>Pelemparan batu;</li>
    
    <li>Pengeroyokan, dan;</li>
    
    <li>Hilang/belum ditemukan.</li></ol>
    

    Dari seluruh demonstrasi yang terjadi di berbagai kota selama 23-25 September 2019, kekerasan aparat dilaporkan paling banyak terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta.

    "Di RS Pelni, terdapat mahasiswa atas nama FM yang mengalami tengkorak retak, pendarahan otak, dan patah tulang bahu. Karena kondisi tersebut, ia sempat koma dan harus diambil tindakan operasi," kata Kontras.

    Kontras juga melaporkan ada beberapa rumah sakit yang menolak memberi keterangan. Artinya, bisa jadi masih ada banyak pendemo yang terluka karena kekerasan aparat, namun belum terdata Kontras.

    Kontras pun mendesak Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman RI mengevaluasi aparat Polri yang menggunakan kekerasan berlebihan, hingga menyebabkan banyak pendemo masuk rumah sakit.


    Baca Juga: PSHK: Aparat Represif, Presiden Harus Tunjukkan Bisa Kendalikan Polri 


    Aparat Tak Boleh Asal Gebuk

    Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Kepolisian, aparat memang dibenarkan melakukan kekerasan.

    Tapi, aparat tak boleh asal gebuk. Seperti tertera dalam Pasal 2, aparat hanya boleh menggunakan kekerasan dengan tujuan:

      <li>Mencegah atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan;</li>
      
      <li>Mencegah pelaku kejahatan melarikan diri, atau melakukan tindakan yang membahayakan aparat dan masyarakat;</li>
      
      <li>Melindungi diri atau masyarakat dari ancaman pelaku kejahatan.</li></ul>
      

      Perkap itu juga mengatur bahwa aparat hanya boleh menggunakan senjata tumpul, gas air mata, atau alat standar Polri lain, setelah adanya "tindakan agresif" atau serangan terhadap Polri, masyarakat, dan harta benda.

      Selama tidak ada penyerangan, Polri tidak dibenarkan melakukan kekerasan dengan senjata apapun.


      Aparat Wajib Dievaluasi

      Khusus untuk penanganan demo, batasan tindak kekerasan aparat Polri ditegaskan lagi dalam Perkap No. 20 Tahun 2016 tentang Pengendalian Massa (Dalmas)

      Dalam Pasal 7, aparat yang menangani demo dilarang:

        <li>Terpancing perilaku massa;</li>
        
        <li>Memaki pengunjuk rasa;</li>
        
        <li>Melakukan tindak kekerasan yang tidak sesuai prosedur;</li>
        
        <li>Keluar dari formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan.</li></ul>
        

        Perkap Dalmas menegaskan, aparat hanya bisa melakukan penembakan gas air mata jika eskalasi meningkat atau massa melempari petugas dengan benda keras.

        Aturan itu juga menetapkan, di akhir kegiatan Pengendalian Massa (Dalmas), Pimpinan Kesatuan wajib melakukan analisa dan evaluasi untuk mengkaji tindakan-tindakan aparat yang tidak sesuai prosedur.

        Editor: Sindu Dharmawan

  • kekerasan aparat
  • demo mahasiswa
  • Demonstrasi
  • kompolnas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!