BERITA

Rupiah Bergejolak, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah dan BI

Rupiah Bergejolak, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah dan BI

KBR, Jakarta- Gejolak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS  berlangsung sepanjang Agustus. Kurs rupiah pada akhir Agustus 2018 tercatat Rp14.710 per dolar AS, sedangkan pada hari ini terpantau sempat melemah hingga Rp14.745 per dolar AS.

Bank Indonesia menyebut, pelemahan rupiah karena  kebijakan bank sentral AS The Fed. Selain itu, menurut Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, ketidakpastian global akibat perang dagang antara AS dan Cina juga ikut menekan rupiah.


"Hanya memang faktor sentimen saja, sehingga mendorong investor-investor global yang menanamkan saham di Indonesia dan pasar obligasi negara itu menarik dananya, sehingga menekan nilai rupiah," ucap Nanang saat dihubungi KBR, akhir pekan lalu.


BI juga telah mengeluarkan beberapa strategi untuk menjaga stabilitas rupiah, meliputi meningkatkan volume intervensi di pasar valas, membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, membuka lelang swap, serta senantiasa membuka windows swap lindung nilai.


Menurut Nanang, saat ini BI bakal terus menjaga tekanan pada nilai tukar, agar tak terjadi lonjakan secara tiba-tiba. BI Yakin,  kondisi perekonomian Indonesia tetap kuat, berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rendah.


Namun, strategi BI tersebut dinilai masih belum cukup. Pengamat ekonomi Yanuar Rizky berkata, kebijakan BI tersebut sangat pragmatis dan ala kadarnya. Menurut Yanuar, BI harus bisa merangkul semua kelompok untuk memastikan kebijakan yang disiapkan bakal efektif.

Apalagi, kata dia, The Fed berencana menjalankan kebijakan normalisasi hingga 2020, dan bakal diiringi tren pelemahan rupiah.

"Kalau kita mau mengatakan ini strategi yang tepat, ya bisa tepat, bisa tidak, karena BI saja, saat sudah melemah orang mulai bingung. Apalagi kalau BI tidak melakukan intervensi, akan lebih lemah lagi. Ini sebetulnya ujian untuk gubernur BI, bisakah dia memeluk kedua kekuatan politik. Apa saja itu benar, asal dilakukan secara fokus, dan disepakati bahwa itu kesepakatan nasional kita. Jangan semua pengen, akhirnya tidak ada yang dikerjakan satu pun," kata Yanuar kepada KBR, Senin (03/09/2018).


Yanuar mengaku khawatir, kebijakan yang ada saat ini menyebabkan BI sampai di level kehabisan daya. Misalnya, dana besar yang bakal digelontorkan BI untuk menyerap SBN. Meski nantinya bisa disebut aset, menurut Yanuar, kesehatan keuangan BI bisa saja terancam.


Yanuar justru meminta pemerintah mengambil tanggung jawab yang tak kalah besar dibanding BI untuk menstabilkan rupiah. Alasannya, stabilisasi nilai tukar tak cukup dengan kebijakan moneter, melainkan juga fiskal dan ekspor-impor.


Menjawab hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution  mengatakan  pelemahan rupiah bukan kejadian luar biasa. Meski begitu, Darmin mengklaim pemerintah akan tetap serius mengantisipasi. 


"Perubahan harian memang kadang-kadang agak tinggi. Tapi kita tidak perlu menganggap sesuatu yang luar biasa terjadi. Itu sebabnya kita bikin kebijakan," kata Darmin.


Darmin mengatakan, pemerintah juga telah menyiapkan strategi stabilisasi rupiah, misalnya dengan mencampurkan 20 persen minyak kelapa sawit dengan solar agar menjadi biodiesel. Menurut Darmin, kebijakan itu bisa menekan impor bahan bakar minyak, dan menghemat US$ 2 miliar. Selain itu, pemerintah juga berencana menaikkan pajak penghasilan (PPh) impor untuk 900 komoditas impor. Namun, pemerintah masih memerlukan waktu untuk mengkajinya.


Sikap pemerintah untuk menstabilkan mata uang juga ditunggu kalangan pengusaha. Ketua Industri Pengolahan Makanan dan Protein Kadin, Thomas Darmawan mengatakan, dunia usaha memerlukan solusi yang lebih efektif agar kegiatan produksi tak macet. Ia beralasan, tawaran swap dari BI sudah tak menarik, lantaran pengusaha sudah memarkirkan dananya ke dalam negeri lewat program Amnesti Pajak.


"Depresiasi terhadap dolar sampai sekarang ini kan hampir Rp14.800. Itu juga buat ekportir cukup baik, karena mendapat rupiah lebih banyak. Tapi, memang kita harus ketahui. Sebagian besar bahan baku, seperti tepung ikan, bahan baku untuk pengolahan pangan, jagung, kedelai, gandung, kan masih impor," kata dia.


Editor: Rony Sitanggang

 

  • pelemahan rupiah
  • darmin nasution tanggapi pelemahan rupiah
  • importir dan pelemahan rupiah
  • bank indonesia rupiah melemah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!