BERITA

Melalui Karya Seni, Para Pengungsi Anak Ekspresikan Diri

Melalui Karya Seni, Para Pengungsi Anak Ekspresikan Diri

KBR, Jakarta - Banyaknya jumlah pengungsi di Indonesia merupakan isu yang kompleks. Menurut United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), pengungsi asing dan pencari suaka di Indonesia berjumlah kurang lebih 14 ribu orang di tahun 2017. 

Kebanyakan pengungsi itu berasal dari negara yang dilanda konflik, seperti Afganistan, Myanmar, Somalia, Sri Lanka, Palestina, Irak, dll. Sebagai informasi, Indonesia bukanlah negara yang menandatangani Konvensi Internasional Tentang Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Yang menyebabkan pemerintah Indonesia tidak berkewajiban untuk menerima dan menempatkan pengungsi.

Sedangkan status Indonesia saat ini merupakan negara transit bagi para pengungsi, sebelum mereka ditempatkan oleh UNCHR ke negara ketiga, seperti Australia, Amerika, dan Kanada.

Meskipun sebagai negara transit, Indonesia telah mengizinkan dua lembaga internasional UNHCR dan International Organization for Migration (IOM) untuk beroperasi di Indonesia untuk mengurusi para pengungsi tersebut.

Para pengungsi yang berada di Indonesia beragam, dari kecil hingga dewasa. Oleh karena statusnya sebagai pengungsi, mereka tidak diizinkan untuk bekerja dan anak-anak pengungsi (refugee) sulit untuk mendapatkan akses pendidikan.

Menanggapi isu tersebut, Art for Refuge bersama Roshan Learning Center berkolaborasi untuk membuka kesempatan bagi anak-anak refugee dalam mengembangkan pengetahuan dan kreatifitas.

Gerakan kewirausahaan sosial yang menggabungkan seni dan media digital ini dipelopori dan didirikan oleh Katrina Wardhana.

“Jadi dia tuh punya passion di bidang seni, khususnya seni lukis. Terus sebulumnya dia juga volunteer untuk mengajar bahasa inggris untuk anak-anak pengungsian yang ada di Jakarta Roshan Learning Center. Jadi dia pikir untuk combine dua itu, ngajar anak-anak pengungsi dengan art,” jelas salah satu pegiat Art for Refuge, Vebelin Waleyan, dalam program KBRPagi, Selasa (25/9/2018) .

Melalui gerakan yang berada di bawah Yayasan Kawula Madani ini, anak-anak refugee dapat berbagi kisah inspiratif tentang kehidupan mereka di Indonesia. 

Menurut Vebelin, penggunaan seni merupakan salah satu cara agar anak-anak pengungsi bisa mengekspresikan diri mereka. Selain itu, penggunaan seni dapat mengekspresikan narasi, gagasan, dan nilai-nilai budaya, serta memberikan perlindungan dari kenyataan.

“Mereka disini aktivitasnya gak terlalu banyak, karena sekolah mereka juga aksesnya sangat minim. Mereka juga orang tuanya tidak boleh bekerja . Jadi kita buat wadah untuk mereka punya aktivitas, memberdayakan mereka juga melatih talent-talent dan skill-skill mereka,” jelas Vebelin.

Vebelin menambahkan, aktivitas-aktivitas tersebut bertujuan agar anak-anak refugee tersebut memiliki keahlian tersendiri yang dapat mereka bawa, jika sudah direlokasi ke negara ketiga, misalnya Australia atau Amerika.

Suasana pameran Art For Refuge

Suasana Pameran Art for Refuge BerdiamBertandang. (@art.for.refuge/Photo by manualjakarta)

Awalnya, gerakan ini hanya mengajar seni lukis. Namun saat ini sudah berkembang ke bidang seni lainnya, seperti fotografi dan merajut.

Vebelin berharap ranah kesenian yang dapat mereka ajarkan bisa lebih luas. 

Hasil karya anak-anak refugee ini sedang dipamerkan di Gedung B Galeri Nasional Nasional dengan tema art exhibition by art for refuge yang berlangsung sejak 21 September kemarin sampai 27 September 2018 mendatang.

Terdapat tiga bagian pameran yang ditampilkan di sana, diantaranya hasil karya dari seniman yang khusus menyoroti isu refugee dan seniman Afganistan yang sudah bertahun-tahun di Indonesia yang sedang menunggu resettlement.

Meski fokusnya terhadap pengembangan anak-anak refugee, gerakan ini juga memperhatikan anak-anak Indonesia yang kurang beruntung. 

Pada Juli lalu, Art for Refuge pertama kalinya melangsungkan kegiatan yang menggabungkan anak-anak refuge dengan anak-anak Indonesia yang kurang beruntung seperti anak jalanan dan anak yatim piatu. 

Menurut Vebelin,kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan interaksi antara anak-anak refugee dangan anak Indonesia. Selain itu, juga untuk menghasilkan keahlian baru seperti keahlian merajut.

“Lalu bisa ada skill juga yang di dapat di kelas merajut kemarin. Jadi ada setengah anak pengungsi, ada setengah anak Indonesia. Tujuannya bukan mereka dapat skill baru tapi mereka tuh bisa interaksi gitu,” tuturnya. (Mlk)

  • pengungsi
  • art for refugee
  • refugee

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!