BERITA

Temui Aung San Suu Kyi, Ini Formula 4+1 Usulan Penyelesaian Konflik di Myanmar

""Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk," "

Temui Aung San Suu Kyi, Ini Formula 4+1 Usulan Penyelesaian Konflik di Myanmar
Menlu Retno Marsudi menyerahkan usulan formula 4+1 kepada State Counsellor Myanmar, Daw Aung Suu Kyi, Senin (05/09). (Foto: Setneg)

KBR, Jakarta- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memberikan lima solusi terkait konflik di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Solusi yang disebut Formula 4+1 itu, disampaikan saat Retno menemui State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi.

Keempat elemen itu meliputi; mengembalikan stabilitas dan keamanan,  menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine, tanpa memandang suku dan agama, dan pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.


"Empat elemen pertama  merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk," jelas Menlu Retno melalui situs resmi Kementerian Luar Negeri, Senin (05/09).


Sedangkan satu elemen lainnya adalah   agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan  segera diimplementasikan.


Dalam pertemuan tersebut, Retno juga mengungkapkan, konflik di Rakhine menyebabkan gejolak di berbagai penjuru dunia--termasuk Indonesia. Dia mendesak   Pemerintah Myanmar  menghentikan krisis kemanusiaan yang terjadi.


"Saya hadir di Myanmar membawa amanah masyarakat Indonesia, yang sangat khawatir terhadap krisis kemanusiaan di Rakhine State dan agar Indonesia membantu. Saya juga membawa suara dunia Internasional agar krisis kemanusiaan di Rakhine State dapat segera diselesaikan," imbuh Retno.

red


Selain  Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga  menemui Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar  serta sejumlah menteri lainnya. Dalam pertemuan tersebut, Menlu Retno membahas pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Myauk U, Negara Bagian Rakhine. Pembangunan ini kata Retno, diharapkan bisa meredam ketegangan di wilayah tersebut. Sebab kata dia, pembangunan rumah sakit ini melibatkan warga Rakhine dan juga warga Muslim Rohingya.


"Keberadaan rumah sakit ini sangat diperlukan di wilayah Rakhine State. Dan proses pembangunan rumah sakit ini melibatkan para pekerja yang tidak hanya terdiri dari orang-orang Rakhine, tetapi juga oleh orang-orang Muslim. Sehingga melalui pembangunan rumah sakit ini, sekaligus proses rekonsiliasi, ketegangan komunal dapat diturunkan melalui kegiatan ekonomi pembangunan rumah sakit," ujar Retno.


Ia melanjutkan, rumah sakit tersebut nantinya akan berdiri di atas lahan 8.000 meter persegi dan luas bangunan sekitar 1.000 meter persegi. Saat ini, proses pembangunan rumah sakit telah memasuki tahap kedua, yang ditargetkan rampung dalam dua bulan ke depan.


Ia menambahkan, pembangunan Rumah Sakit Indonesia ini sangat diharapkan oleh masyarakat di wilayah Rakhine. Selain itu ia juga berharap, rumah sakit tersebut bisa meningkatkan pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat di Negara Bagian Rakhine.

Tapi sikap  Indonesia dinilai masih terlalu lemah terhadap Pemerintah Myanmar. Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, seharusnya Pemerintah Indonesia tidak fokus pada proses pembangunan rumah sakit di Rakhine. Menurutnya, isu utama yang harus dibahas adalah memastikan Pemerintah Myanmar menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya.

kata dia, Indonesia bisa  menekan Pemerintah Myanmar melalui forum sidang darurat di ASEAN.

"Bahwa Pemerintah Indonesia setelah melihat apa yang terjadi di Myanmar--segera setelah mendapatkan informasi terkini--apabila ternyata memang ada tindakan kejahatan internasional di sana segera melakukan sidang darurat dengan pemerintah negara-negara ASEAN dan mengambil langkah untuk menghentikan, mengakhiri tindakan Pemerintah Myanmar yang bisa dikategorikan sebagai tindakan melakukan ethnic cleansing terhadap warga Rohingya," kata dia saat dihubungi KBR melalui sambungan telepon.


Ia menambahkan, apabila terbukti Pemerintah Myanmar melakukan tindakan kejahatan internasional, maka forum negara-negara ASEAN bisa menjatuhkan sanksi berupa embargo ekonomi terhadap pemerintah Myanmar, hingga  mengubah kebijakannya terhadap etnis Rohingya.


"Kita juga mengetahui bahwa dalam konsep hukum internasional ada istilah reponsibility to protect. Artinya bahwa semua negara yang mengetahui pemerintah negara lain melakukan tindakan ethnic cleansing, kejahatan internasional ataupun genosida, maka kewajiban negara-negara tersebut untuk menghentikan. Tidak ada masalah kedaulatan yang bisa menghalangi tindakan yang dilakukan oleh negara lain. Karena ini berkaitan dengan manusia. Dalam konteks hukum internasional itu sudah diakui," katanya.

Bukan Konflik Agama

Pakar Politik Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan bahwa konflik yang terjadi antara pemerintah Myanmar dengan etnis Rohingya bukan merupakan konflik antaragama, melainkan konflik etnis yang tidak diakui keberadaannya. Dia mengatakan  dalam latar belakang sejarah kedatangan Rohingya di  Myanmar tidak pernah dicantumkan, bahwa Rohingya merupakan salah satu etnis yang membangun konstitusi Myanmar.


"Jangan mempersempit permasalahan, begitu isu nya agama banyak yang tidak mau terlibat. Kita bayangkan Rohingya di Myanmar itu pertikaian antaretnik yang tidak diakui Myanmar. Bahkan itu tercatat di konstitusi. Jadi katakanlah kalau hanya dibatasi agama itu akan jadi sempit, padahal isu kemanusiaan di Myanmar ini bukan hanya problem agama tapi ada problem yang lebih besar bagaimana keberadaan mereka tidak diakui," ujar Muradi, saat dihubungi KBR, Senin (04/09/2017).


Ia juga menambahkan, permasalahan etnis ini menjadi semakin besar, tak kala Banglades yang menjadi asal etnis Rohingya tidak mau mengakui bahkan membantu mereka.


Muradi juga mengatakan seharusnya Indonesia membuat forum solidaritas Asean untuk membantu memecahkan konflik-konflik kemanusiaan seperti ini. bahkan menurut Muradi Indonesia kalah sigap dengan Malaysia yang sudah melakukan langkah nyata untuk membantu etnis Rohingya.


"Saya pikir penting harusnya Indonesia membangun pola solidaritas Asean, sampai saat ini itu yang belum kita dapatkan. Saya kira Malaysia yang terlihat diam itu paling banyak orang Rohingyanya, dia (Malaysia) tidak panjang lebar namun langsung menampung orang-orang itu menjadi pekerja-pekerja kasar di Malaysia, itu lebih kongkrit," ujar Muradi.

Aksi

Sementara itu  Ormas FPI wilayah Jawa Tengah bersama Ormas lain berencana menggelar aksi di kawasan Magelang. Ketua tim advokasi dan hukum FPI wilayah Jawa Tengah, Zainal Abidin Petir mengatakan, aksi tersebut merupakan respons atas kekerasan yang dilakukan militer Myanmar etnis Rohingya.

Sementara terkait dengan larangan yang dikeluarkan oleh kepolisian, Zainal mengungkapkan, hak untuk menyatakan pendapat dijamin dalam Undang-undang, sehingga aparat kepolisian semestinya tidak melarang aksi tersebut dilakukan.


"Hak untuk menyatakan pendapat di muka umum itu kan dijamin konstitusi. Dalam UUD juga sudah dijamin. Kemudian UU mengenai menyatakan pendapat di muka umum juga diperbolehkan. Selama itu tidak dilakukan di tempat yang dianggap strategis dan vital, itu diperbolehkan. Jadi mestinya Kapolri juga harus berpikir jernih, jangan semena-mena kemudian melarang," kata dia.


  Zainal juga membantah aksi tersebut akan digelar di kawasan Candi Borobudur.


"Itu isu. Kami tidak akan mengepung Borobudur. Hanya saja, aksi itu memang rencananya dilakukan di wilayah Magelang yang berdekatan dengan Borobudur. Kami sudah koordinasikan dengan Ormas lain. Yang perlu digarisbawahi FPI Jawa Tengah takkan melakukan tindakan di luar ketentuan hukum," tegasnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Rakhine
  • Myanmar
  • Rohingya
  • Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
  • aung san suu kyi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!