BERITA

Operasi Tangkap Tangan, Jaksa Agung Tuding Bikin Gaduh

Operasi Tangkap Tangan, Jaksa Agung Tuding Bikin Gaduh

KBR, Jakarta- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai, pemberantasan tindak pidana korupsi dengan operasi tangkap tangan (OTT) kerap menimbulkan kegaduhan. Ia mengatakan, praktik OTT yang dilakukan di Indonesia tidak mempengaruhi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) secara signifikan. Namun Ia tak menyebut lembaga hukum mana yang kerap melakukan OTT tersebut.


"Meskipun penindakan kasus korupsi dengan melalui OTT yang dilaksanakan di Negara kita, yang terasa gaduh dan hingar bingar. Namun IPK Indonesia beberapa tahun belakangan ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2016 Indonesia hanya mendapat skor 37 dengan peringatan 90," kata Prasetyo di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senin (11/09/17).


Menurut Prasetyo, Indeks Presepsi Korupsi (IPK) di Indonesia bisa naik jika fokus pada strategi pencegahan. Ia mencontohkan pemberantasan korupsi berbasis pencegahan yang diterapkan Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut mempunyai IPK yang lebih tinggi dibanding Indonesia.


"Meskipun penegakan hukum pencegahan tidak populer, dan tidak banyak dilihat tapi jauh dari hiruk-pikuk," ujarnya.


Selain pemberantasan korupsi berbasis pencegahan, kata Prasetyo, IPK Singapura dan Malaysia bisa lebih tinggi karena fungsi penindakan dan penuntutan dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang berbeda. Menurutnya, meskipun kedua negara tersebut memiliki lembaga khusus dalam pemberantasan korupsi tapi kewenangan penuntutan tetap berada di Kejaksaan.


Prasetyo menjabarkan, pada tahun 2016 IPK Malaysia sebesar 49 yang menempati peringkat 55 dari 176 Negara. Lalu Singapura memiliki IPK sebesar 84 yang menduduki peringkat 7. Sementara Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90.

Editor: Rony Sitanggang

  • Jaksa Agung HM Prasetyo
  • OTT

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!