BERITA

2017-09-07T20:32:00.000Z

Anggota DPR Kritik Perpres Pendidikan Karakter Masih Cantumkan Sekolah Lima Hari

""Perpres itu berlaku mengikat dan menyeluruh. Kalau ada pemberian opsi, maka kecenderungannya seluruh sekolah akan melaksanakan lima hari. Karena ada egoisme yang sifatnya psikologis.""

Anggota DPR Kritik Perpres Pendidikan Karakter Masih Cantumkan Sekolah Lima Hari
Anggota Fraksi PPP DPR Reni Marlinawati. (Foto: KBR/Gilang Ramadhan)

KBR, Jakarta - Anggota Komisi X DPR dari PPP Reni Marlinawati mengkritik penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Reni Marlinawati menyayangkan Perpres masih memberikan pilihan bagi sekolah apakah akan menyelenggarakan kegiatan sekolah lima hari atau enam hari.


"Perpres itu berlaku mengikat dan menyeluruh. Kalau ada pemberian opsi, maka kecenderungannya seluruh sekolah akan melaksanakan lima hari. Karena ada egoisme yang sifatnya psikologis. Setiap daerah dan sekolah pasti ingin menunjukkan mereka sudah siap, dengan bukti mereka bisa melaksanakan sekolah lima hari," kata Reni di DPR, Jakarta, Kamis (7/9/2017).


Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter merupakan peraturan terbaru pemerintah yang mengambil alih dan membatalkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23/2017 tentang Hari Sekolah. Perpres tidak lagi mewajibkan sekolah menyelenggarakan kegiatan delapan jam sehari atau lima hari seminggu. Namun, sekolah bisa memilih antara menyelenggarakan sekolah lima hari atau enam hari dalam sepekan.


Anggota Komisi Pendidikan DPR dari PPP Reni Marlinawati mengatakan, di beberapa daerah ada perselisihan antara sekolah dan wali murid terkait hari sekolah. Sekolah bersikukuh menerapkan lima hari karena merasa sudah siap, sementara orang tua murid berpendapat sebaliknya.


Reni mengklaim mendapat banyak laporan dari masyarakat mengenai hal tersebut.


"Banyak sekolah yang belum memadai melaksanakan sekolah lima hari tapi memaksakan diri," kata Reni.


Selain itu, banyak anak yang mundur dari sekolah madrasah diniyah, pondok pesantren dan lain-lain karena kegiatan sekolah yang dipadatkan menjadi lima hari.


Menurut Reni, waktu bagi anak-anak untuk bersosialisasi dengan keluarga juga berkurang.


"Ketika anak bangun pagi, tak sempat sarapan bersama, pulang pun tak sempat bercengkrama dengan keluarga lalu pembentukan karakter apa yang bisa dilakukan di rumah," ujarnya.


Reni berharap, opsi lima hari atau enam hari sekolah bisa dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Peraturan Menteri Agama. Ia mengatakan, permasalahan ini sangat penting diselesaikan.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Penguatan Pendidikan Karakter
  • PPK
  • Perpres PPK
  • full day school
  • Kontroversi Full Day School
  • sekolah lima hari
  • lima hari sekolah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!