BERITA

Ini Senjata KPK Jerat Korporasi

""Korporasi bisa dihukum itu, manusianya pejabat penyelenggara negara bisa dihukum itu. Sudah jelas itu hukum materiilnya. Tapi bagaimana caranya untuk sampai ke pengadilan nah ini""

Randyka Wijaya

Ini Senjata KPK Jerat Korporasi
Ilustrasi (Foto: KBR/Anggun G.)



KBR, Jakarta- Mahkamah Agung (MA) segera mengesahkan peraturan soal tata cara pengajuan korporasi sebagai tersangka korupsi ke pengadilan. Juru Bicara MA, Suhadi mengatakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) itu akan memudahkan Jaksa Penuntut Umum dalam proses pengajuan perkara ke tahap persidangan.

Kata dia, Perma itu secara khusus akan mempermudah syarat formil atau identitas para terdakwa dalam pengajuan berkas dakwaan.


"Kalau hukum materil kan sudah jelas, korporasi bisa dihukum itu, manusianya pejabat penyelenggara negara bisa dihukum itu. Sudah jelas itu hukum materiilnya. Tapi bagaimana caranya untuk sampai ke pengadilan nah ini, mungkin perlu kejelasan. Karena kalau di situ kan kuncinya kalau di pengadilan ada dakwaan. Dakwaan itu ada syarat formal ada syarat materiilnya. Syarat formal seperti yang saya sampaikan itu. Nah untuk menerobos itulah perlu dibuat Perma itu antara lain. Mungkin ini mau dimantapkan masalah Tipikor atau money laundering. Ya saya kira itu lah mungkin perlu regulasi pengaturan hukum secara tegas itu. Agar ada kesatuan langkah antara penyidik dan penyelidik," kata Suhadi kepada KBR, Kamis (08/09/2016).


Suhadi menilai belum ada kesamaan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan korporasi sebagai terdakwa terutama mengenai syarat formil. Selama ini seringkali, pengajuan terdakwa korupsi bersifat perorangan.


"Jadi nama lengkapnya siapa, lahirnya dimana, umurnya berapa, jenis kelaminnya apa, kebangsaannya apa, kemudian pekerjaannya apa kan gitu dan domisilinya apa itu seolah-olah orang pribadi kan. Kalau korporasi belum ada itu identitasnya di situ," ujar Suhadi.


Sambangi KPK


Hakim Agung Surya Jaya menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bertemu dengan para pemimpin KPK untuk membahas Perma tata cara pengajuan korporasi sebagai terdakwa. Kata Surya, draf Perma usulan KPK itu sudah jadi dan segera disahkan.


"Sudah, tunggu saja sebentar lagi akan ditandatangani," pungkas Surya.


Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati menambahkan, selain membahas Perma, Hakim Agung juga berdiskusi soal tindak pidana korporasi.


"Jadi ini masih dilakukan antara KPK kemudian dengan MA, mungkin akhir bulan ini akan selesai," ujar Yuyuk.


Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan setidaknya 90 persen kasus korupsi melibatkan korporasi. Korupsi terjadi karena kerjasama antara pengusaha dan penguasa. Ia menambahkan  pemidanaan korporasi dibutuhkan guna memberikan efek jera.


Salah satu kasus korupsi ketika sebuah korporasi dijadikan tersangka pernah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan Kejaksaan Negeri Banjarmasin. Saat itu, Kejaksaan menyeret PT Giri Jaladhi Wana dalam korupsi penyalahgunaan Pasar Sentra Antasari Banjarmasin pada 2010 ke meja hijau.


Kemudian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana denda Rp 1,3 miliar dan penutupan sementara selama 6 bulan terhadap perusahaan tersebut. PT Giri Jaladhi Wana tercatat sebagai perusahaan pertama yang dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).


Kejaksaan juga pernah menjerat perusahaan lain dengan UU Tipikor. Di antaranya PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media.


Editor: Rony Sitanggang

  • Perma Korporasi
  • Juru bicara MA Suhadi
  • Wakil Ketua KPK Alexander Marwata
  • Juru bicara KPK Yuyuk Andriati Ishak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!