NASIONAL

Pesta Terakhir Munir

"Rusdi Marpaung lah yang punya ide membuat pesta perpisahan buat sahabatnya, Munir."

Kita foto bertiga. Itu yang pertama dan terakhir
Kita foto bertiga. Itu yang pertama dan terakhir. Rusdi Marpaung - Munir Said Thalib - Rachland Nashidik (foto: Doc Omah Munir)

KBR, Jakarta - Sepuluh tahun sudah kasus pembunuhan Munir berlalu tanpa kejelasan siapa pembunuhnya. PortalKBR menurunkan sejumlah tulisan sebagai untuk mengingatkan kita bersama: pembunuh Munir belum ditemukan.

KBR, Jakarta – Sejumlah aktivis HAM menyalahkan Rusdi Marpaung karena menggelar pesta perpisahan untuk Munir Said Thalib yang saat itu hendak meneruskan sekolah ke Belanda.


"Belakangan teman bilang, ‘Elu sih bikin acara perpisahan-perpisahan. Jadi pisah beneran deh tuh’ kata mereka. Saya bilang, ya bagaimana? Kan teman deket mau pergi. Kegembiraan itu kan ingin dibagi," kenang Ucok, sapaan akrab Rusdi Marpaung.


Munir tewas terbunuh pada 7 September 2004 karena diracun saat terbang ke Belanda dengan pesawat Garuda Indonesia GA 974 tujuan Amsterdam. Di Belanda, Munir sedianya meneruskan kuliah S2 bidang Hukum Humaniter di Universitas Utrecht.


Rusdi Marpaung alias Ucok adalah salah satu pendiri LSM The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial). Kata Ucok, ide menggelar pesta perpisahan itu muncul begitu saja. Kepergian Munir ke Belanda, kata dia, sangat istimewa mengingat Munir sangat ingin bersekolah sejak mendirikan Imparsial di tahun 2002.


Menurut Munir ketika itu, berangkat sekolah adalah pilihan yang tepat karena Indonesia dirasa sudah dalam keadaan yang stabil ketimbang masa-masa pasca reformasi 1998. Munir yang lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu memang sosok yang ingin terus belajar. Karena itu begitu tahu Munir dapat beasiswa untuk melanjutkan S2, semua teman dekatnya menyambut gembira.


Munir menyambut datar keinginan Ucok untuk menggelar pesta. Kalaupun ada, kata Munir saat itu, pesta perpisahan harus berlangsung sederhana. “Dia kan memang begitu, sederhana. Nggak suka yang berlebihan,” kenang Ucok.


Ucok mengaku makin dekat dengan Munir setelah bergabung dengan Imparsial. Ia mengaku terkesima dengan sikap rendah hati suami Suciwati ini. Saking sederhananya, Munir kerap mengabaikan keselamatan diri sendiri.


"Akhir Agustus itu (tahun 2004, red) dia mulai siapkan tiket kan (tiket pesawat ke Belanda). Saya sempat tanya, kenapa kok Cak Munir kok pilih naik Garuda? Kenapa sih nggak (naik pesawat) yang enak aja? Naik SQ (Singapore Airlines) kek, apa kek. Namanya nggak setiap hari kan beasiswa,” begitu tanya Ucok saat itu.


Jawaban Munir membuat Ucok terdiam. “Garuda kan murah, begitu permintaan Cak Munir.”


“Selain itu kata Cak Munir, naik Garuda itu kan pajaknya akan masuk ke Indonesia. Kedua, karena paling murah itu. Kalau buat Munir, keselamatan nomor 11, kenyamanan nomor 11, murah nonor 1. Orangnya memang sangat sederhana," kata Ucok seraya tertawa kecil.


Pesta digelar pada 3 September 2004 silam di kantor Imparsial, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kumpul-kumpul itu dilakukan Jumat siang selepas shalat Jumat. Di situ, hadir juga bekas Koordinator Kontras Usman Hamid, pendiri Imparsial Rachlan Nassidik, serta lainnya. Yang datang di pesta itu hanya teman dekat Munir saja.


Tidak ada yang mewah atau formal di acara itu. Munir lebih banyak tertawa dan bercengkerama dengan teman-temannya sesama aktivis HAM. Di acara itu, Munir juga menitip pesan kepada teman-temannya untuk bersekolah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi kalau ada kesempatan.


"Tidak ada kata-kata yang aneh atau pesan yang berlebihan. Dia cuma bilang ‘datang yah’. Lalu bilang sama teman-temannya dan sama junior yang lebih muda, ‘sekolah yah, ayo mumpung masih ada kesempatan’ begitu katanya," terang Ucok.


Di acara perpisahan itu, salah satu niat Ucok terwujud yaitu mengabadikan foto para pendiri Imparsial dalam satu foto, yaitu Ucok sendiri, Munir, Rachland Nassidik. Akhirnya dengan kamera digital beresolusi 5 megapixel, foto itu pun terjadi.


Foto itu dibuat di depan jendela kantor Imparsial. Ketiganya berdiri dan dalam posisi saling merangkul. Ucok dengan batik biru, Munir dengan kemeja hijau dan jaket hitam, sementara Rachland Nassidik memakai kemeja cokelat muda. Foto itu diambil sore hari, setelah acara pesta perpisahan Munir di sana.


“Kita foto bertiga. Itu yang pertama dan terakhir,” cerita Ucok.

  • munir
  • HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!