NASIONAL

Menanti Langkah Jokowi di Kasus 1965

"KBR, Jakarta- Hampir 49 tahun kasus pembunuhan massal di negeri ini tak kunjung terungkap melalui jalur hukum. Pemerintahan SBY pun tidak membuat upaya penyelesaian sama sekali."

Rio Tuasikal

Menanti Langkah Jokowi di Kasus 1965
kasus 1965, PKI, pembunuhan massal, pengadilan HAM, SBY

KBR, Jakarta- Hampir 49 tahun kasus pembunuhan massal di negeri ini tak kunjung terungkap melalui jalur hukum. Pemerintahan SBY pun tidak membuat upaya penyelesaian sama sekali. SBY gagal membuka pengadilan HAM ad hoc untuk kasus ini. SBY juga seharusnya membuat pernyataan resmi  negara yang berisi penyesalan, pengakuan kejadian, dan pemulihan nama korban.

Karena terlalu lama menunggu, kini korban tragedi 1965 mengancam membawa kasus kemanusiaan itu ke pengadilan internasional, tahun depan. Pengadilan itu bernama International People's Tribune dan bertempat di Den Haag, Belanda. 

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, Bedjo Untung mengatakan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan dokumen-dokumen untuk maju ke pengadilan internasional itu.

"Sudah dirancang oleh Saskia Wieringa, dan Nursyahbani Kacasungkana sebagai koordinator IPT. Kalau sistem pengadilan Indonesia tidak bisa menyelesaikan kasus 1965, maka tidak ada jalan lain akan kami bawa ke pengadilan internasional," kata Bedjo ketika dihubungi KBR, Selasa (30/9) siang.

Bedjo mengatakan, hampir setengah abad mereka menerima perlakuan diskriminatif. Orang-orang yang dituduh PKI dilarang berekpresi, berpolitik secara bebas, dan berserikat. Bahkan Keputusan Presiden nomor 28 tahun 1975 melarang tertuduh PKI mendapatkan dana pensiunnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) punya desakan serupa. Anggota Komnas HAM, Roichatul Aswidah mengatakan, Komnas HAM meminta Presiden terpilih Joko Widodo yang mewakili pemerintah dan negara menyatakan penyesalan atas Tragedi 1965. Hal ini dinilai sebagai langkah termudah dalam upaya penyelesaian kasus tersebut. (Baca:Jokowi Ditantang Nyatakan Penyesalan Atas Kasus Pelanggaran HAM)

"Proses hukum utamanya untuk kasus 1965, sejauh yang dilihat dalam penyelidikan komnas HAM, memang secara teoretis mungkin. Tetapi dalam pelaksanaannya menjadi agak susah, karena secara teknis kita lihat penanggungjawab utama dari peristiwa itu sebagian besar sekarang sudah meninggal," kata Roichatul kepada KBR, Selasa (30/9) sore.

Sementara itu, Anggota Tim Transisi presiden terpilih Jokowi, Andi Widjajanto mengatakan, Jokowi amat mungkin meminta maaf mewakili negara atas kasus HAM 1965. Di samping itu, Jokowi juga berencana membuat pengadilan HAM yang terjadi di Papua dan Aceh.

Namun masyarakat diminta tidak terbuai janji. Anggota Komnas HAM  Roichatul Aswidah meminta masyarakat tetap kritis dan memaksa Jokowi menepati janjinya.

Editor: Rony Rahmatha

  • kasus 1965
  • PKI
  • pembunuhan massal
  • pengadilan HAM
  • SBY

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!