NASIONAL

Petani Sanggah Klaim Pemerintah soal Kedelai

"Petani kedelai asal Jawa Timur dan Jawa Tengah membantah keterbatasan lahan menjadi kendala dalam memproduksi kedelai lokal. Kendala lahan ini sebelumnya diungkap oleh pemerintah."

Petani Sanggah Klaim Pemerintah soal Kedelai
Petani, kedelai, Klaim Pemerintah

KBR68h, Jakarta - Petani kedelai asal Jawa Timur dan Jawa Tengah membantah keterbatasan lahan menjadi kendala dalam memproduksi kedelai lokal. Kendala lahan ini sebelumnya diungkap oleh pemerintah.

Salah satu petani asal Jawa Timur, Mujiwanto mengatakan kedelai bisa beradaptasi pada cuaca dan jenis tanah apapun.

Menurut Mujiwanto, pemerintah dinilai kurang berani dalam membuka lahan pertanian di luar Pulau Jawa. Padahal banyak tanah terlantar yang bisa dimanfaatkan untuk pangan. Salah satunya di daerah Kalimantan.

"Saya kira itu bukan masalah, saya kira makhluk hidup bisa beradaptasi. Sudah berapa tahun ada padi di Kalimantan? Ketika padi ada di sana bisa tumbuh, apalagi kedelai, itu (bisa) adaptasi sekali," kata Mujiwanto di Jakarta, Rabu (25/9).

Sebelumnya, pemerintah mengklaim lahan yang kurang dan banyaknya petani yang memilih untuk menanam komoditas selain kedelai, menyebabkan produksi kedelai lokal menurun dan ketergantungan impor kedelai semakin tinggi.

Kementerian Pertanian sendiri mengaku sudah meminta penambahan lahan terlantar ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun BPN mengklaim lahan terlantar yang sudah dieksekusi tak cocok dijadikan lahan pertanian.

Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) mengungkapkan luas areal kedelai menurun rata-rata 4,05 persen per tahun, atau turun lebih dari 65,75 persen selama 20 tahun terakhir. Dari angka tersebut, produksi berkurang 3,05 persen per tahun, sementara impor naik 13,32 persen per tahun.

Editor: Anto Sidharta

  • Petani
  • kedelai
  • Klaim Pemerintah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!