NASIONAL

Ketimpangan Relasi Kuasa dalam Kasus Paksaan Berhijab di Bantul

"Kondisi ini terlihat setelah Komisioner KPAI, Retno Listyarti mendatangi SMAN 1 Banguntapan, serta memeriksa sejumlah bukti, dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di sana."

Muthia Kusuma

Ketimpangan Relasi Kuasa dalam Kasus Paksaan Berhijab di Bantul
Ilustrasi: Dua orang siswi menggunakan hijab di dalam kelas di salah satu sekolah di DIY, Selasa, 2 Agustus 2022. Foto: KBR/Ken Fitriani

KBR, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai terjadi ketimpangan relasi kuasa dalam kasus dugaan paksaan berhijab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

Kondisi ini terlihat setelah Komisioner KPAI, Retno Listyarti mendatangi SMAN 1 Banguntapan, serta memeriksa sejumlah bukti, dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di sana.

Kata dia, para guru mengakui rangkaian peristiwa yang terjadi terhadap siswi tersebut. Namun, guru Bimbingan dan Konseling (BK) mengelak dugaan pemaksaan penggunaan hijab. Mereka berdalih, tindakan itu hanya tutorial karena siswi itu belum terbiasa berhijab.

Berdasarkan CCTV yang dilihat Retno, tidak terdengar ada atau tidaknya kesepakatan antara guru dan siswi itu untuk pemakaian kerudung. Menurutnya, siswi itu terpaksa mengizinkan para guru mengenakan hijab terhadap dirinya karena ada ketimpangan relasi kuasa.

"Dia diam itu karena bagaimana ya, ada tiga guru yang tanda petik mengelilingi dia, memang dia bisa apa posisinya kecuali mengangguk (diminta mengenakan hijab-red), jadi anak itu kan beda ya. Anak itu belum dewasa. Apalagi ada relasi kuasa antara guru-guru lebih dari satu, sampai wali kelasnya juga, ada relasi kuasa yang tidak berimbang dong. Kalau anak itu oke, belum tentu nyaman," jelasnya.

Trauma dan Sanksi

Karena itu, KPAI mendorong pelaku pemaksaan hijab terhadap siswi di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, mendapat sanksi. Sebab, akibat dugaan pemaksaan itu, siswi tersebut menunjukan tanda-tanda depresi. 

Berdasarkan penelusuran KPAI, ia mengalami serangkaian peristiwa yang tidak nyaman di sekolah, sehingga membuatnya enggan kembali bersekolah.

"Bahwa anak itu mengalami diduga adalah masalah psikologi akibat kejadian pada tanggal 18, kemudian 20, 25 dan 26 (Juli-red). Di mana kejadian itu semua di sekolah dan melibatkan beberapa guru ini. Dalam chattingan korban dengan ibu memang menunjukan, bahwa pada tanggal-tanggal tadi anak ini menunjukan situasi yang tidak nyaman," ucap Retno kepada KBR, Kamis, (4/8/2022).

Komisioner KPAI, Retno Listyarti menambahkan, pada 26 Juli lalu, siswi itu sempat menangis satu jam di toilet sekolah. Selepas kejadian tersebut, ia pun mengurung diri di kamar hingga berhari-hari dan tidak bersekolah.

Retno menambahkan, dalam perkembangan penanganan kasus, Dinas Dikpora DIY tengah mengajukan sanksi terhadap guru yang terlibat kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Sanksi itu berupa mutasi jabatan.

"Yang kami dapat barusan ini, kepala sekolah ini dicopot dan tiga guru ini dipertimbangkan untuk mutasi dan anak tetap bersekolah di sana," ungkapnya.

Baca juga:

Surat Terbuka Ibu dari Siswi yang Dipaksa Berhijab di Bantul


Editor: Sindu

  • KPAI DIY
  • KPAI
  • Siswi Dipaksa Berhijab
  • Hijab
  • Disdikpora DIY
  • SMAN 1 Banguntapan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!