BERITA

2021-08-23T15:22:00.000Z

Polemik Remisi bagi Koruptor

"Sebanyak dua ratusan narapidana korupsi menerima remisi dalam rangka Hari Kemerdekaan RI. Pemerintah memandang mereka juga memiliki hak mendapat keringanan hukuman, namun itu mengundang polemik ."

Polemik Remisi bagi Koruptor
Aktivis antikorupsi menggelar aksi menolak pelemahan KPK. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Peringatan ulang tahun kemerdekaan RI selalu ditunggu-tunggu publik, termasuk para narapidana atau tahanan.

Pada peringatan kemerdekaan ke-76 RI tahun ini, Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi atau pengurangan hukuman kepada sekitar 134 ribu lebih narapidana. Termasuk narapidana korupsi.

Dari 3 ribuan lebih narapidana korupsi, ada 200 koruptor mendapatkan remisi umum atau pengurangan masa tahanan.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan di Kemenkumham, Reynhard Silitonga mengatakan dari 200-an koruptor itu, ada empat narapidana korupsi yang langsung bebas setelah menerima remisi.

Reynhard mengatakan pemberian remisi ini merupakan apresiasi negara terhadap pencapaian positif yang sudah dilakukan narapidana dan anak selama menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara dan lembaga pembinaan khusus anak.

"Diharapkan dapat mempercepat proses kembalinya narapidana dan anak dalam kehidupan bermasyarakat. Atas dasar tersebut bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-76 maka diberikan remisi umum kepada narapidana dan anak di seluruh Indonesia yang telah memenuhi syarat," kata Reynhard dalam acara Penyerahan Remisi Umum bagi Narapidana, Selasa (18/8/2021).

Di sisi lain, remisi juga berdampak pada penghematan pengeluaran negara karena memangkas anggaran makan narapidana hingga lebih dari Rp205 miliar rupiah.

Diantara narapidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman ini adalah Djoko Soegianto Tjandra, narapidana kasus suap penghapusan nama dari red notice keimigrasian dan pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung.

Ada juga nama Eni Maulani Saragih, bekas anggota DPR yang menerima suap dalam kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Juga Wishnu Wardhana, bekas Ketua DPRD Surabaya yang pernah buron dalam kasus korupsi penjualan aset BUMD Jawa Timur.

Baca juga:

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut narapidana korupsi memiliki hak mendapat remisi, asal memenuhi syarat.

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan dalam menangani perkara korupsi, KPK hanya sebatas menyelidik, menyidik hingga menuntut terdakwa di pengadilan.

"Dan juga sekaligus menjadi pembelajaran bagi publik agar kejahatan serupa tak terulang. Oleh sebab itu, agar korupsi tidak menjadi kejahatan yang terus berulang dan terjadi, KPK juga simultan menjalankan strategi upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi. Tentu dengan harapan besar, kelak negeri ini bersih dari korupsi," ucap Ali Fikri saat dihubungi KBR, Senin, (23/8/2021).

Ali Fikri menekankan remisi pengurangan masa tahanan tak mengesampingkan fakta bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Oleh sebab itu, kata dia, tuntutan yang diberikan kepada narapidana korupsi bukan hanya masa tahanan, melainkan uang ganti rugi sebagai upaya pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati koruptor, serta memberikan efek jera.

Mengundang kritik

Langkah pemerintah dan KPK meringankan hukuman koruptor itu mengundang polemik di kalangan masyarakat termasuk dari anggota parlemen.

Bekas juru bicara KPK yang kini menjadi anggota Komisi bidang Hukum DPR, Johan Budi menilai perlu ada perubahan aturan yang dilandasi persamaan persepsi terkait kejahatan korupsi itu sendiri.

Johan Budi menyebut, remisi seharusnya dibahas dan diperbaiki secara menyeluruh, mulai dari penanganan kasusnya di pengadilan. Tiga pilar yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif juga harus punya komitmen bersama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Kalau kita sepakat bahwa tindak pidana korupsi itu sebagai kejahatan yang luar biasa maka hukumannya juga harus yang luar biasa. Tidak hanya sepenggal pas remisi saja yang kita selalu diskusikan begini," ujar Johan, saat dihubungi KBR, Rabu (18/08/2021).

Johan mengatakan seharusnya ada syarat khusus terkait pemberian remisi bagi napi koruptor.

Salah satunya menjadi justice collaborator atau pelaku yang mau bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar kasus korupsi. Ini seperti yang tertera pada Peraturan Pemerintah tentang warga binaan. Aturan itu, kata dia, sempat diberlakukan, sehingga napi tidak mudah mendapat remisi.

Baca juga:

Sejalan dengan pandangan Johan Budi, lembaga pemantau antikorupsi ICW meminta pemerintah menyampaikan secara terbuka terkait pemberian remisi untuk narapidana korupsi ini.

Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, persyaratan remisi seharusnya mengacu pada peraturan pemerintah itu.

“Siapa-siapa saja orang atau warga binaan yang mendapatkan remisi khusus kasus korupsi rasanya harus disampaikan secara terbuka oleh Kementerian Hukum dan HAM, agar ada proses cross check informasi dengan penegak hukum itu sendiri maupun dari masyarakat,” kata Kurnia kepada KBR, Rabu (18/8/2021).

Pusat Kajian Anti Korupsi dari Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) juga menyayangkan pemberian remisi bagi koruptor ini.

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman menyebut, masyarakat saat ini kerap disuguhkan dengan peradilan perkara korupsi yang jauh dari memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Editor: Agus Luqman

  • korupsi
  • remisi
  • Remisi HUT RI
  • KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!